Riya itu seperti semut hitam, di tengah malam, berjalan di atas batu hitam. Itulah pesan yang pernah aku dengar. Entah dari guru yang mana, tapi pesan itu masih terus terngiang di telinga.
Jika kita berusaha untuk bersedekah, karena nabi menyuruh kita bersedekah, walaupun hanya dengan kemampuan yang paling minimal sekali pun, akan selalu muncul dua perasaan yang seharusnya dibuang jauh jauh. Pertama, perasaan pelit. Tak mau berbagi. Ketakutan nanti bagaimana dengan diri sendiri atau keluarga. Cuma sedikit. Dan aneka macam alasan untuk membenarkan rasa pelitnya.Â
Kedua, perasaan riya. Ingin dipuji sehingga ketika kita bersedekah harus ada yang melihat sikap baik kita. Nama baik selalu diharapkan. Pujian selalu ingin didengarkan.Â
Ketika bersedekah sebaiknya tangan kiri pun tak tahu apa yang disedekahkan oleh tangan kanan. Itu baru tidak riya. Tapi bagaimana bisa?Â
Ternyata ada satu cara jitu yang disarankan oleh Gus Mus atau Kyai Haji Mustofa Bisri. Seorang Kyai Besar sekaligus penyair besar dan cerpenis besar. Tak ada tandingan nya.Â
Misalnya, kalau kamu ke pasar. Jangan menawar tukang dagang sampai serendah-rendahnya hingga tukang dagang yang cuma jual kates pepaya beberapa buah dari pohon tak seberapa yang dimilikinya itu menyerah pasrah. Â Kalau kamu ingin bersedekah, cari tahu harga pasaran nya. Ketika kamu je pasar, kamu sudah tahh bahwa harga pepaya satuan nya 7 ribu misalnya. Kamu akan mendengar harga pertama dari pedagang misalnya 10 ribu. Ketika itu kamu tawar 9 ribu.Â
Pasti mereka mau karena harga biasanya cuma 7 ribu. Jangan ditawar terus hingga 7 ribu. Karena saat itu, kamu tak bisa bersedekah. Kamu bisa bersedekah 2 ribu tanpa harus riya.Â
Atau kalau kamu parkir, bisa juga begitu. Ketika kamu membeli apa saja.Â
Tak apa bersedekah seribu, dua ribu, karena keiklasan itu sulit untuk dilakoni. Dan sikap riya selalu mencoba masuk je dalam hatimu setiap saat. Seperti semut hitam di tengah malam berjalan di atas batu hitam hatimu.Â
Semoga bermanfaat.Â