Kadang dunia ini aneh, atau orangnya cenderung aneh, karena orang yang sepaham dilupakan dan orang yang tak sepaham dianggap penting dan begitu mendapatkan perhatian. Contohnya, dari hampir 300 jutaan penduduk negeri ini, sebagian besar sudah pasti akan mau dan siap untuk menerima suntikan vaksin. Kenapa ribut melulu dengan mereka yang tak mau?Â
Sebaiknya konsentrasi saja negara ini untuk melakukan vaksinasi terhadap mereka yang sudah sudah siap, sudah mau, dan kondisi bandannya juga menerima vaksin. Ada jutaan dan perlu waktu cukup juga untuk menyelesaikan semua ini.Â
Jika mereka ini sudah selesai divaksin, toh tinggal beberapa gelintir manusia yang sekadar menolak. Paling juga mereka yang dari awal secara politik sudah membedakan diri sebeda bedanya. Jika dihitung mungkin tinggal minoritas banget. Itu pun kalau belum mati karena covid.Â
Anggap saja orang NU dan Muhammadiyah yang secara agamis sudah menerima kenyataan bahwa vaksin adalah jalan terbaik untuk saat ini. Jumlah orang muhammadiyahdan NU saja sudah 2 /3 lebih dari total penduduk Indonesia.Â
Belum lagi para nasionalis non NU dan non-Muhammadiyah juga sudah pasti membersamai NU dan Muhammadiyah. Maka tinggal sekian orang yang menolak vaksin.Â
Siapa penolak vaksin? Kalau diidentifikasi secara teliti juga cuma alumni HTI, alumni FPI, dan alumni PKI. Ketiganya entah kenapa dalam hal vaksinasi ini bersatu.Â
Negara harus konsentrasi untuk melakukan vaksinasi kepada mereka yang mayoritas sudah siap. Termasuk saya. Jangan sampai orang orang hebat ini malah dilupakan.Â
Edukasi bahwa vaksinasi bukan berarti segala persoalan sudah selesai juga harus dilakukan. Jangan sampai peristiwa Rafi Ahmad justru menjadi trend. Dalam artian, baru divaksin langsung merasa imun segalanya.Â
Mayoritas penduduk yang siap divaksin memang diam. Tak banyak berisik. Tak berteriak ke mana mana. Dan tak begitu bergairah menggunakan semua platform media sosial yang ada. Bahkan tak mau menggunakan masjid untuk urusan profan begini.Â
Tidak seperti kaum penolak yang gigih melakukan penolakan di mana mana. Bahkan sambil menenteng agama seolah olah agama sedang berada di sisi mereka.Â
Sekali lagi, aku siap divaksin. Terus kapan? Jangan lama lama ya? Jangan sampai bosan menunggu: Godot.Â