Lima hari lagi di beberapa daerah akan pesta demokrasi. Dilaksanakan pilkada dengan jumlah 270. Sejumlah 224 pemilihan bupati. Sejumlah 37 pemilihan walikota. Dan sejumlah 9 pemilihan gubernur.Â
Keprihatinan pelaksanaan nya sudah disampaikan berbagai pihak. Akan tetapi, pemerintah tetap ngotot melaksanakan pilkada tersebut.Â
Keprihatinan yang paling nyata adalah kondisi pandemi covid 19 yang belum bisa dikendalikan dengan baik. Bahkan di beberapa hari terakhir jumlah orang yang terkena covid melonjak bahkan mencapai jumlah tertinggi harian sejak peristiwa terjangkit pertama di bulan April lalu.Â
Bahkan di Jakarta, Gubernur dan Wakil Gubernur, serta Sekda sudah terjangkiti virus tersebut. Â Sehingga kekhawatiran klaster pilkada semakin nyata di depan mata.Â
Selama ini, kesalahan ditimpakan kepada libur panjang di bulan Oktober lalu. Gara-gara libur panjang, maka penderita covid membengkak. Kesalahan juga ditimpakan pada kerumunan masyarakat yang belum tertib protokol kesehatan.Â
Wajar jika obat yang ditawarkan kemudian berupa pembatalan penggantian cuti bersama di akhir Desember. Dengan harapan, tak ada yang bepergian jauh. Obat berikutnya, tentu menghajar para pengusung kerumunan seperti panitia Maulid Nabi di Petamburan.Â
Tak terdengar keluhan tentang peningkatan covid karena pilkada. Padahal daerah yang lonjakan penderita covidnya tinggi adalah daerah yang menyelenggarakan pilkada banyak seperti Jawa Tengah.Â
Sehingga terkesan ada perbedaan sikap pemerintah. Â Kerumunan pilkada sah, yang lain melanggar.Â
Ya, sudahlah. Toh, tak ada kemungkinan sedikit pun untuk pengunduran pilkada. Â Oleh karena itu, marilah kita bersiap menghadapi panen korona sebagai hasil langsung dari pilkada.Â
Pilkada dilaksanakan dengan protokol kesehatan yang sangat ketat. Akan tetapi, di beberapa daerah masih mengeluhkan keberadaan APD sebagai seragam baru para penyelenggara pilkada belum jelas.Â