Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ketika Guru Dijadikan "Tersangka"

23 Oktober 2020   05:06 Diperbarui: 23 Oktober 2020   05:23 338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Guru sedang mengajar. Kompascom

Sebentar lagi ada penilaian baru untuk dunia pendidikan nasional. Namanya AKM (Asesmen Kompetensi Minimal).  Katanya sebagai pengganti almarhum Ujian Nasional. Akankah makhluk baru itu menjadikan mutu pendidikan meningkat atau malah semakin terpuruk? 

Dibandingkan dengan Ujian Nasional, AKM memang sedikit berbeda. Misalnya, jika ujian nasional diberlakukan untuk semua siswa, maka AKM hanya diperuntukkan maksimal 45 siswa untuk jenjang SMP.  

Tidak perlu semua siswa dipusingkan oleh AKM karena belum tentu dia terpilih menjadi peserta penilaian baru tersebut. Karena pemilihan nya entah berdasarkan apa, jadi cuma nasib yang akan menentukan siapa saja siswa yang terkena kutukan tersebut. 

Perbedaan lainnya, jika ujian nasional dijadikan penentu kelulusan, maka AKM sama sekali tidak berhubungan dengan nasib tragis seorang siswa. AKM untuk mengukur lembaganya. Dan juga, tidak boleh dijadikan untuk pemeringkatan sekolah oleh siapa pun, termasuk oleh kepala dinas yang suka genit. 

AKM dilaksanakan di kelas 8 untuk jenjang SMP. Sedangkan ujian nasional selama ini dilaksanakan di akhir kelas pembelajaran yaitu kelas 9 untuk jenjang SMP.  Diharapkan ada tanggungjawab lembaga untuk melakukan perbaikan jika ada kekurangan di beberapa aspek pembelajaran yang dilakukan sebelumnya AKM. 

Itulah kira kira perbedaan antara dua makhluk yang dinamakan penilaian pendidikan. Dan tulisan ini akan lebih fokus pada dampak makhluk itu terhadap nasib guru. 

Selama pelaksanaan ujian nasional, nasib guru akan mengikuti nasib siswa-siswi nya. Jika nasib siswa siswi nya bagus, gurunya akan bernasib bagus. Dan akan mengalir aneka bonus. 

Sedangkan jika nasib siswa siswi nya sial, maka gurunya juga akan sial.  Bahkan kesialan guru juga dapat dilihat dari pemotongan tunjangan yang seharusnya diterimanya. 

Oleh karena itu, ujian nasional menjelma menjadi segalanya di dalam sekolah. Ibarat kata, untuk apa punya anak didik jujur dan sopan jika nilai UN nya kecil? Percuma, karena sekolah diukur mutunya dari nilai hasil UN. 

Dan biasanya, seorang bupati atau walikota akan menuduh kepala dinas. Kepala dinas akan menuduh kepala sekolah. Dan kepala sekolah akan menjadikan guru sebagai tersangka. Tersangka apa? Tersangka dari perolehan hasil UN yang jeblok. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun