Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Disdik DKI Sudah Benar, Kenapa Marah?

27 Juni 2020   09:04 Diperbarui: 27 Juni 2020   08:56 805
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Terkadang orang lebih senang marah marah daripada berpikir jernih.  Hanya demi kepentingan sendiri.  Seperti PPDB kali ini. 

Paling banyak disorot tentunya Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta.  Padahal, disdik DKI sudah berupaya agar PPDB benar-benar berkeadilan. 

Paling mengemuka ketika orang tua mempertentangkan antara ketentuan usia dengan prestasi.  Mereka marah karena anaknya yang sudah bekerja keras dan berprestasi belum diterima pada PPDB jalur Zonasi. 

Harusnya orang tua membaca aturan PPDB dengan teliti. Jangan keburu emosi.  Tidak baik. Tidak mendidik anak-anak mereka sendiri. Bagaimana memperjuangkan sesuatu itu? 

Jalur PPDB memang lumayan banyak. Ada jalur afirmasi, kepindahan orang tua, anak guru, dan prestasi non-akademik. Jalur jalur ini sudah selesai dengan aman dan lancar. Kalau dibaca dengan teliti, di situ tertulis juga jalur prestasi walapun baru untuk yang non-akademik. Prestasi dihargai di DKI kan? 

Mulai hari Kamis, 25 Juni 2020 baru dimulai jalur Zonasi.  Jalur zonasi tentu berdasarkan tempat tinggal seorang anak. Zonasi sudah ditentukan. Tak bisa berpindah ke zonasi lain.  

Persoalan muncul ketika pada jalur zonasi ini pendaftar melebihi kapasitas yang tersedia. Harus diseleksi juga dong. Apa yang dijadikan alat seleksi?

Sebelum saya teruskan, saya coba tipu tipu warga DKI dalam menyiasati aturan zonasi ini.  Warga DKI ternyata selain pinter juga susah untuk jujur.  Begitu banyak orang DKI yang mengincar sekolah tertentu, atau bahkan orang luar DKI (Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi) mengakialinya dengan pindah tempat tinggal. Lho, boleh kan? Apa masalah nya? 

Kalau beneran mrmang halalan toyiban. Akan tetapi, mereka tidak pindah beneran. Mereka hanya pindah secara administratif.  Ngikut KK istilahnya.  Orangnya tetap tinggal di Bekasi, tapi tercatat tinggal di Duren Sawit, misalnya.  Maka, kemacetan terus saja terjadi, karena anak anak itu tinggal di bekasi bersekolah di Jakarta dan pura pura numpang KK di jakarta. 

Lebih parah lagi, disinyalir ada mafia yang bisa mengurus hal demikian bagi orang-orang yang tak punya saudara di DKI.  Mereka bisa numpang di kartu keluarga orang yang sama sekali tidak dikenal. Hanya untuk masuk sekolah favorit di DKI. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun