Dalam Pembelajaran Jarak Jauh pun begitu banyak keluhan tentang beratnya beban belajar anak anak. Ada apa dengan pendidikan kita?Â
Beban kurikulum memang belum juga tersentuh dengan baik hingga kini. Â Entah apa yang sudah dipikirkan oleh pembuat kebijakan di Kemendikbud untuk persoalan ini. Â Jangan berharap tentang pengerjaan, karena pemikiran saja masih terlalu jauh.Â
Guru tentu tak bisa lari dari Kurikulum yang ada. Karena jika hal itu tak dilakukan, sang guru akan langsung ditegur kepala sekolah dan pengawas sekolah. Â Guru penggerak yang sering mbalelo pasti sudah terbiasa dengan teguran administratif begini.Â
Sehingga guru terjepit di antara beban kurikulum dengan beban siswa yang juga tak tega dilihat nya. Â Akhirnya, lebih banyak guru yang lebih mengedepankan kurikulum karena takut karier terhambat.Â
Sebagai guru, saya pun sering memiliki keinginan untuk lebih membangun kebiasaan berpikir peserta didik. Â Karena kelemahan anak anak kita pada kemampuan berpikir ini.Â
Tak perlu banyak bahan ajar. Â Bisa juga kolaborasi dengan pelajaran lain. Hanya saja, secara teknis sulit sekali untuk tidak membentur aturan teknis administratif.Â
Meminjam istilah driver dan passenger. Â Kualitas anak anak kita harusnya diarahkan menjadi driver. Â Menjadi petualang. Menjadi orang yang berani mengambil resiko.Â
Untuk mencapai hal tersebut, tentunya anak anak harus dilatih berpikir kritis, kreatif, dan inovatif. Tanpa kemampuan kritis dan kreatif, maka tak mungkin inovatif.Â
Mari kita dorong Mas Nadiem untuk terus mengurangi beban belajar yang mengungkung kemampuan anak anak untuk berpikir kritis, kreatif, dan inovatif.Â
Sudah saatnya pendidikan di negeri ini direvolusi. Merdeka Belajar sudah bagus tapi masih kurang. Segera lah mas Mentri. Sudah capai rasanya menunggu perubahan ini.Â