Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Beras Itu Kehidupan

18 Januari 2018   08:02 Diperbarui: 18 Januari 2018   09:15 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apa pun boleh naik harganya, asal bukan beras. Kalau beras naik dan tidak ditangani dengan benar, dampaknya akan sangat dasyat.  Bisa-bisa terjadi revolusi.  Karena beras memang sebuah kehidupan.  Untuk rakyat negeri ini.

Minggu-minggu ini santer berita tentang kenaikan harga beras.  Dan, pemerintah pun segera mengambil jalan paling gampang, karena tak perlu mikir: Impor beras!

Persoalan beras memang menjadi persoalan dua sisi.  Persoalan konsumen beras yang jumlahnya sama dngan jumlah penduduk negeri ini.  Kalau harga beras naik, mereka akan terkena dampaknya.  Mereka akan teriak agar harga beras diturunkan.  Dan di televisi pun kemudian muncul, rakyat kecil yang tak lagi mampu membeli beras kemudian mengganti makanannya dengan tiwul atau aking.

Di sisi lain, beras juga merujuk pada para petani.  Merujuk pada mereka yang menanam peluh di sawah dengan harapan yang terus ditunggu.  Petani tak lagi menarik minat pemuda, karena memang petani tak pernah hidup bahagia.  Biaya tanam dengan uang hasil panen tak pernah mengalami keseimbangan.  Selalu rugi.

Bukan, sebetulnya petani tak pernah rugi.  Yang betul, petani selalu dirugikan.  Petani beras tak pernah punya kekuatan untuk menghadapi para tengkulak, apalagi mafia beras di tingkat nasional.  Dan akhirnya, tak ada pemuda yang berhasrat menjadi petani.

Tarik-menarik antara konsumen dan produsen beras inilah yang seharusnya disikapi dengan baik oleh pemerintah.  Karena, tanpa petani, beras tak akan tersaji.  Di sisi lain, konsumen yang juga semua rakyat negeri ini harus bisa makan nasi.

Beras itu kehidupan.

Jadi, jangan permainkan beras hnya untuk kepentingan sesaat.  Impor beras selalu saja bisa dibaca jika dibalik itu ada gerak-gerak selingkuh.  Tak ada lagi selingkuh, seharusnya.  Tapi, setan memang selalu hadir di mana pun untuk menggoda manusia.  

Mari kita menjadi lebih arif dalam melihat buliran-buliran beras.  Karena di situ ada kehidupan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun