Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menjadi Guru di Sekolah Imut

29 November 2017   16:47 Diperbarui: 29 November 2017   16:54 346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lagi bikin skripsi, waktu tetangga depan rumah yang juga seorang guru menawariku menjadi pengajar di sekolah yang akan didirikannya.  Di daerah Kalimalang, masuk gang kecil, ada gedung sekolah yang nyempil, di situlah sekolah itu akan didirikan.

Bukan cuma mengajar, karena sekolah baru bikin, kita (sebuah tim calon pengajar di sekolah itu) harus ikut berjibaku mencari muridnya juga.  Masa iya, sekolah sudah ada gurunya yang siap mengajar, terus muridnya nggak ada?  Kan gak lucu!  Masa mau ngajar bangku sama meja?

Dan malam-malam, kami memasang spanduk dan tempelan-tempelan promosi sekolah. Santai-santai saja.  Enjoy!

Ketika pendaftaran selesai, ada 20 anak yang nyangkut di sekolah baru itu.  Jumlah itu cukup lumayan untuk sebuah sekolah baru.  Dan, saya pun menjadi pengajar.

Karena muridnya cuma 20, kami menjadi akrab, sangat akrab.  Apalagi, aku, waktu itu memang bener-benar masih belia.  Ganteng pula.  Anak-anak suka dengan guru yang gaul.  Nyampe sekarang masih terus mencoba gaul, sih.

Ketika tiba gajian alias sebulan ngajar, ternyata uang spp dari anak-anak belum semua bayar.  Dan, kami, para pengajar harus tetap bersabar.  Orang sabar, pasti disayang Tuhan, mencoba menghibur diri.

Untung waktu itu, saya sudah punya mesin tik.  Belum kebeli komputer.  Sehingga, uang dari tulisan-tulisan sudah lumayan untuk bisa membeli nasi di warteg.  Tak harus bergantung pada gaji sebagai guru yang masih labil.  Belum terlihat jelas berapanya.

Tapi, karena jiwaku sudah ditempa dengan baik oleh IKIP Jakarta, yang sekarang berubah ujud menjadi UNJ, maka kami tegar setegar karang.  Kami tetap mengajar dengan semangat yang tak pernah direndahkan hanya krena gajian.  Idealismeku terlalu tinggi.

Itulah kerja pertamaku sebagai seorang guru.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun