Mohon tunggu...
M Iqbal M
M Iqbal M Mohon Tunggu... Seniman - Art Consciousness, Writter, and Design Illustrator.

Kontak saya di Instagram: @mochmad.iqbal.m

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tinjauan Skeptis: Peran Negara dan Sejauh Mana Masyarakat Sipil dapat Mengetahui Kebenaran tentang Vaksin Covid-19.

12 Januari 2021   15:42 Diperbarui: 18 Januari 2021   22:08 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Oleh: M.Iqbal.M


"Manusia, Semua Terlalu Manusia"
–F.W.Nietzsche.

Sajauh Mana Masyarakat Sipil dapat Mengetahui Kebenaran tentang Vaksin Covid-19.
Jika anda (masyarakat sipil/awam) sungguh ingin tahu bukti nyata dan valid mengenai vaksinasi. Maka, yang harus anda lakukan ialah mempelajari apa itu seluk-beluk virus dan vaksinasi secara saintifik-komprehensif–tidak hanya itu–anda harus pergi ke laboratorium vaksinasi untuk mengecheck/melihat dengan mata kepala anda sendiri tentang seluk-beluk objek (vaksin) dan beserta prosesnya yang akan disuntikan kepada anda hari itu juga. Dengan kata lain, anda harus menjadi dokter untuk diri anda sendiri.

Hanya itulah caranya agar anda tidak sekedar mempercayai kata dokter/medis atau sekedar mempelajarinya lewat medsos/sosialisasi-sosialisasi dengan kalimat-kalimat saintifik yang sudah disederhanakan oleh dokter/medis, yang belum tentu valid/berpotensi terdapat kesalahan teknis.

Cara-cara itulah yang disebut sebagai "metode empiris tangan pertama" dalam memperoleh sebuah kebenaran. Bukan metode empiris tangan kedua (semata melalui tangan dokter yang tidak kita awasi dengan sungguh-sungguh).

Terdengar rumit ?. Memang begitulah adanya jika kita ingin memperoleh kebenaran secara akurat, valid, atau saintifik. Sebab keingintahuan/keraguan (skeptisisme) manusia tidak bisa dibatasi berdasarkan apa yang belum tentu pasti; misalnya kebenaran-kebenaran yang dikatakan oleh para medis, pejabat, tokoh agama, atau bahkan tokoh budaya. Dengan kata lain, kita perlu memperoleh kebenaran-kebenaran itu dengan mata kepala kita sendiri, bukan dari mulut para tokoh-tokoh tersebut.

Dan bisa dikatakan, semacam itulah kekurangan sains. Sains seringkali hanya memihak kepada orang-orang yang mempunyai kesempatan (wewenang) atau mampu mengakses (mempelajari) peralatan2 sains tersebut. Dan mereka yang tidak memiliki kesempatan (wewenang) atau tidak mampu mengakses (mempelajari), akan sekedar percayai apa kata dokter, medis, peneliti, atau bahkan sekedar percaya kepada seorang tokoh masyarakat atau para pejabat.

Sebagai masyarakat sipil/awam, kita sulit untuk memperoleh kebenaran, tidak seperti para medis yang berada di lingkaran/berkecimpung dalam ranah medikal atau seperti para pejabat yang memiliki hak istimewa untuk memperoleh pelayanan yang ketat/maksimal (bisa meminimalisir manipulasi).

Sampai disini, kita bisa menarik kesimpulan bahwa betapa mengerikannya percaya kepada sains atau teori empiris Survival of the fittest yang dikemukakan oleh Charles Darwin. Sebuah teori yang berusaha mencari cara-cara empiris dalam bertahan hidup. Tapi nyatanya cara-cara empiris itu tidak mudah diakses atau bahkan dipercayai.

Dengan demikian, apakah kita perlu mencari alternatif lain untuk menangkal kengerian sains atau bahkan kengerian akibat sekedar percaya pada tokoh masyarakat entah itu seruan dari pejabat, medis, tokoh agama, atau tokoh budaya ?.

Mungkin kita bisa mulai mencarinya melalui pelajaran-pelajaran yang ditawarkan oleh filsafat (segala ilmu tentang manusia dan jagad raya). Bukan hanya melalui pelajaran sains atau agama belaka.

Peran Negara.

Jika negara memaksakan semua orang untuk divaksin, maka bukankah pemaksaan itu merupakan perilaku kesewenang-wenangan (kediktatoriatan) terhadap orang-orang yang balum terlalu mengetahui vaksinasi secara komprehensif ?.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun