Mohon tunggu...
Moch. Afif Rif ’an Hidayat
Moch. Afif Rif ’an Hidayat Mohon Tunggu... UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan

dan yapp

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kebangkitan Baru: Tuntutan Keadilan Driver Ojek Online di Era Digital

28 Mei 2025   09:29 Diperbarui: 28 Mei 2025   09:29 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Peringatan Hari Kebangkitan Nasional yang jatuh pada 20 Mei, bukan hanya menjadi momentum sejarah bagi bangsa Indonesia untuk mengenang semangat persatuan dan perjuangan kaum pergerakan di masa lalu. Tahun ini, peringatan tersebut mendapatkan dimensi baru dengan aksi demonstrasi ribuan pengemudi ojek online yang turun ke jalan. Mereka menyuarakan keresahan atas kondisi kerja yang kian menyulitkan, sekaligus menuntut perubahan mendasar dari para penyedia aplikasi. Aksi ini, secara tidak langsung, menjadi cerminan dari perjuangan modern rakyat kecil dalam mempertahankan martabat dan hak hidup yang layak di tengah era digitalisasi ekonomi. Aksi ini tidak hanya sekadar unjuk rasa, tetapi juga merupakan pernyataan tegas bahwa para driver ojek online (ojol) adalah bagian vital dari ekosistem transportasi daring yang selama ini kurang mendapat perhatian dan perlindungan memadai dari pemerintah maupun perusahaan aplikator. Ada Empat tuntutan utama mencuat dari aksi tersebut: pertama, pengurangan potongan dari aplikasi; kedua, penghapusan kebijakan-kebijakan yang membebani driver; ketiga, perlindungan hukum yang lebih tegas; dan keempat, normalisasi sistem tarif agar lebih adil.

Poin pertama yang menjadi sorotan utama adalah tuntutan agar potongan aplikasi yang selama ini berkisar 20--30% diturunkan menjadi maksimal 10%. Tuntutan ini muncul karena banyak driver merasa sangat dirugikan oleh kebijakan pemotongan yang tinggi, bahkan di beberapa kasus mencapai lebih dari 50% dari pendapatan mereka. Padahal, Keputusan Menteri Perhubungan (Kepmenhub) No. 1001 Tahun 2022 sudah menetapkan batas maksimal potongan sebesar 20%, namun implementasinya di lapangan sering kali tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. Hal ini menyebabkan pendapatan driver semakin menipis, terutama di tengah tingginya biaya operasional dan kebutuhan hidup sehari-hari.

Penurunan potongan menjadi 10% bukan sekadar tuntutan ekonomi, tetapi juga soal keadilan. Para driver merasa bahwa perusahaan aplikator memutuskan besaran potongan secara sepihak tanpa melibatkan asosiasi atau organisasi driver dalam proses pengambilan keputusan. Padahal, mereka adalah mitra yang seharusnya mendapat posisi setara dalam menentukan kebijakan yang berdampak langsung pada penghidupan mereka. Jika pemerintah dan perusahaan aplikator tidak segera merespons, bukan tidak mungkin aksi ini akan semakin besar dan berdampak pada kelumpuhan layanan transportasi daring secara nasional.

Tuntutan kedua adalah penghapusan program-program yang dinilai menyengsarakan driver, seperti slot berbayar atau skema prioritas pemesanan yang harus dibayar oleh driver untuk mendapatkan order. Program ini dianggap tidak adil karena menambah beban finansial driver dan membuat mereka harus berkompetisi secara tidak sehat. Selain itu, program hemat atau promo besar-besaran yang ditawarkan aplikator juga kerap membuat tarif semakin rendah, sementara potongan tetap tinggi, sehingga pendapatan driver semakin mengecil. Penghapusan program-program ini penting untuk menciptakan ekosistem yang sehat dan adil. Driver tidak lagi dipaksa untuk membayar demi memperoleh order, dan tidak ada lagi praktik komersialisasi slot yang hanya menguntungkan perusahaan aplikator. Dengan demikian, driver bisa bekerja dengan lebih nyaman dan fokus pada pelayanan kepada konsumen, bukan pada persaingan internal yang tidak normal.

Tuntutan ketiga adalah perlindungan hukum yang jelas bagi seluruh driver ojek online. Selama ini, status driver masih ambigu: mereka dianggap sebagai mitra, bukan karyawan, sehingga tidak mendapatkan perlindungan ketenagakerjaan yang memadai. Akibatnya, hak-hak dasar seperti jaminan kesehatan, kecelakaan kerja, dan pensiun tidak terpenuhi. Selain itu, regulasi yang ada saat ini juga belum memberikan sanksi tegas kepada perusahaan aplikator yang melanggar aturan, sehingga pelanggaran masih sering terjadi tanpa konsekuensi yang jelas. Perlindungan hukum yang jelas dan kuat sangat dibutuhkan agar driver ojek online mendapatkan hak yang sama seperti pekerja formal. Undang-undang khusus untuk transportasi daring diharapkan dapat memberikan kepastian hukum dan perlindungan sosial bagi para driver. Dengan adanya payung hukum yang jelas, perusahaan aplikator tidak lagi bisa bertindak semena-mena dan driver bisa bekerja dengan lebih aman dan nyaman.

Tuntutan keempat adalah normalisasi tarif pendapatan. Selama ini, banyak driver yang mengeluhkan bahwa tarif yang mereka terima tidak sesuai dengan yang dibayarkan oleh konsumen. Ada ketidakjelasan dalam sistem perhitungan tarif, sehingga seringkali driver hanya menerima sebagian kecil dari total pembayaran yang dilakukan konsumen. Selain itu, tarif yang terlalu rendah akibat promo atau program hemat juga membuat pendapatan driver semakin kecil. Normalisasi tarif sangat penting untuk menjamin kesejahteraan driver. Tarif yang adil dan transparan akan membuat driver mendapatkan penghasilan yang layak sesuai dengan tenaga dan risiko yang mereka tanggung. Selain itu, normalisasi tarif juga akan menciptakan persaingan sehat antar perusahaan aplikator, sehingga tidak ada lagi praktik dumping atau tarif murah yang hanya menguntungkan perusahaan aplikator semata.

Aksi ini juga menunjukkan bahwa para driver tidak lagi mau diam dan menerima nasib begitu saja. Mereka mulai bersatu, membentuk aliansi, dan menyuarakan aspirasi mereka secara kolektif. Hal ini merupakan bentuk kebangkitan baru di era digital, di mana pekerja informal mulai menuntut hak-hak mereka dengan lebih vokal dan terorganisir. Momentum Hari Kebangkitan Nasional menjadi simbol yang tepat untuk mengingatkan semua pihak bahwa kebangkitan ekonomi digital harus diiringi dengan kebangkitan perlindungan dan keadilan bagi para pekerjanya.

Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perhubungan dan Kementerian Ketenagakerjaan, harus lebih tegas dalam mengawasi perusahaan aplikator dan melindungi hak-hak driver. Regulasi yang ada harus diperkuat dengan sanksi yang jelas dan tegas, sehingga perusahaan aplikator tidak lagi bisa melanggar aturan dengan seenaknya. Selain itu, pemerintah juga harus memastikan bahwa proses penetapan tarif dan potongan aplikasi melibatkan asosiasi atau organisasi driver, sehingga keputusan yang diambil benar-benar adil dan transparan. Perusahaan aplikator juga harus lebih terbuka dan mau berdialog dengan para driver. Selama ini, banyak kebijakan yang diambil secara sepihak dengan dalih bisnis, tanpa melibatkan driver sebagai mitra yang setara. Padahal, keberhasilan bisnis transportasi daring sangat bergantung pada loyalitas dan kualitas pelayanan para driver. Jika perusahaan aplikator ingin bisnisnya bertahan dan berkembang, mereka harus lebih memperhatikan kesejahteraan dan aspirasi para driver.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun