Mohon tunggu...
Moch Shofwan
Moch Shofwan Mohon Tunggu... Dosen - Seorang Dosen, Peneliti, dan Penulis

Moch. Shofwan adalah seorang pendidik muda, menamatkan jenjang sarjana pendidikan lulus tahun 2012 di Universitas Negeri Surabaya, kemudian mengambil jenjang Master of Science lulus tahun 2014 di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Lumpur Lapindo, Pelan Tapi Pasti

26 Desember 2014   00:34 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:27 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lumpur Lapindo yang terjadi di Kabupaten Sidoarjo yang masih merupakan bagian Delta Brantas (Satyana, 2007) adalah lumpur yang keluar dari semburan yang berasal dari akibat kebocoran aliran-aliran kecil patahan batuan yang terdapat di sekitar lokasi pengeboran. Lapindo yaitu PT. Lapindo Brantas Inc. Perusahaan pertambangan yang melakukan operasi pengeboran sumur minyak di Banjar Panji Porong Sidoarjo.Pada pagi hari tanggal 29 Mei 2006, lumpur panas mulai keluar dari dalam Bumi di kawasan padat penduduk. Pertama kali muncul debit lumpur yang keluar sekitar 5.000 m3/hari yang secara cepat menggenangi pemukiman di desa (Tingay, 2010).

Dalam kesempatan kali ini saya rasanya ingin mengeluarkan isi materi otak hasil pengamatan dilapangan terkait ketidakadilan dilapangan hasil produk hukum yang telah diterbitkan, sejak dikeluarkan awal mula kejadian lumpur yang mulai meluber sejak tanggal 29 mei 2006 kala itu. sedikit yang bisa saya narasikan bahwa produk hukum itu dengan tegas mengisyaratkan bahwa penanganan korban secara sosial dan penggantian segala bentuk infrastruktur maksimal hanya dua tahun terhitung mulai tahun 2006, namun apa daya tahun 2014 sudah mulai berakhir, usia semburan sudah mulai memasuki usia ke sembilan tahun, usia yang tidak sedikit bagi warga korban lumpur lapindo yang belum mendapat keadilan yang berada di Peta Area Terdampak (PAT).

Lumpur Lapindo pelan tapi pasti, ungkapan ini merupakan celetukan korban dengan raut wajah memerah yang ada di Desa Ketapang. Bagaimana warga tidak nyeletuk, lumpur semakin hari semakin meluber ke pemukiman warga entah sampai kapan, entah berapa hektar lagi pemukiman yang akan tenggelam. Ada beberapa data hasil dari interview saya dilapangan menyebutkan bahwa korban yang berada di Desa Glagaharum merasa dalam kondisi kritis. bagaimana tidak adil ??? Lah wong korban yang hampir 9 tahun hidup dalam ketidakpastian, sisa pembayaran 80 persen harus di nanti dengan cara mengemis, alhasil tiga tahun terakhir hanya mendapat 5 Juta, AKU RAPOPO tapi yoo SAKITNYA TUH DISINI sedangkan mereka yang diluar Peta Area Terdampak (PAT) yang difungsikan untuk jalan TOL dan juga rencananya difungsikan untuk AREA PENGHIJAUAN sudah merasakan nikmatnya ganti rugi 100 %, inikah yang namanya KEADILAN !!! tentu tidak..

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun