Mohon tunggu...
M. Nur Faiq Zainul Muttaqin
M. Nur Faiq Zainul Muttaqin Mohon Tunggu... Wiraswasta - Peneliti Muda Lembaga Studi Agama dan Nasionalisme (LeSAN)

Saya yang beridentitas sebagai berikut: Nama : Muhammad Nur Faiq Zainul Muttaqin E-mail :muhammadfaiq737@gmail.com Status : Sarjana S1 Jurusan Muqorona al-Madhahib (MM), Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Walisongo dan Mahasiswa Magister Hukum UNPAM. Pendidikan Non Formal: PonPes Mansajul Ulum Cebolek, Margoyoso, Pati dan Monash Institute Semarang. Jabatan organisasi: Kader/Aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Semarang 1. Sekertaris Bidang Perguruan Tinggi, Kemahasiswaan, dan Kepemudaan (PTKP) HMI Cab. Semarang (2018-2019) 2. Sekum Badan Pengelola Latihan (BPL) HMI Cabang Semarang (2017-2018) 3. Kabid Komunikasi dan Advokasi Masyarakat HMI Komisariat Syariah (2016-2018) Kegiatan di Masyarakat 1. Direktur Eksekutif rumah perkaderan Darul Ma’mur (DM) Center 2. Peneliti Senior di LembagaStudi Agama danNasionalisme (LeSAN) 3. Mentor program Sahabat MudaNurul Hayat (NH) 4. Guru TPQ al-Syuhada Bukit Silayur Permai (BSP)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bernegara dengan Saling Melanting, Bukan Membanting

6 Juli 2020   15:39 Diperbarui: 6 Juli 2020   23:21 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudah 74 tahun negara Indonesia ini merdeka. Berarti sudah setengah abad lebih usia negara ini berjalan. Negeri ini dimerdekakan oleh para pejuang dengan susah payah sampai harus berdarah-darah. Mereka berkorban dengan mempertaruhkan segalanya; harta, jiwa, dan raganya.Begitupun setelah negeri ini merdeka. Sudah banyak cerita dan sejarah yang dihasilkan dari perjalanannya. Baik itu; suka, maupun duka. Sudah banyak peristiwa-peristiwa kecil dan besar yang teringat dalam memori sejarah bangsa; baik yang dikenang, maupun tidak dikenang.

Sekarang, kita sudah memasuki tahun 2020. Di tahun ini, kita harus bersyukur dan berbahagia karena masih diberikan kesempatan untuk tetap menghirup udara Indonesia. Masih diberikan kesempatan untuk memberikan karya untuk Indonesia. Masih diberikan waktu untuk mengabdi kepada negara.

Akan tetapi, di tahun ini pula iman-iman kita, komitmen-komitmen kita, rasa kebangsaan kita, dan nasiolisme kita sedang benar-benar dicoba. Kita sedang diuji oleh serangan virus, yaitu pandemi Covid 19. Selain dihadapkan dengan krisis kesehatan akibat dari virus biologis, kita juga dipusingkan  oleh virus politis. Akhir-akhir ini kita merasakan panasnya suasana politik akibat serangan virus-virus jahat hoax. Tahun-tahun politik memang sudah selesai, Pilpres 2019 sudah usai. Pemimpin baru sudah terpilih secara sah berdasarkan sistem pemerintahan yang sah.

 Seharusnya kita sambut dengan suka cita. Karena, sejatinya pemilu adalah sebuah pesta. Orang-orang menyebutnya sebagai pesta demokrasi. Akan tetapi, yang namanya politik tetaplah politik. Terkadang jabatan dan kekuasaan membuat siapapun silau. Sehingga, banyak para pelaku politik di negeri ini menjadi gelap hati dan gelap mata. Sehingga menghalalkan segala macam cara untuk dapat merebut kursi kuasa.


Walaupun pemilu 2019 telah usai. Kita sekarang masih merasakan panas dan alotnya dinamika antara penguasa dan oposisi. Dari masing-masing kubu saling serang dan lawan, baik itu dilakukan oleh para elite, relawan, atau simpatisan. Terkhusus gerilya-gerilya peperangan lewat jalur bawah tanah sosial media. Hoax di sebar di mana-mana. SARA dijadikan alat politik. Media yang seharusnya menjadi sumber informasi yang mencerdaskan justru dijadikan medan pertempuran politik.

Sehingga yang terjadi; masyarakat menjadi semakin tidak tenang dan tidak tentram, masyarakat masih terkotak-kotakkan akibat pilpres yang lalu, tapi yang asalnya sudah akan saling percaya jadi kembali saling curiga, tali erat persaudaraan terancam putus, yang berkonflik jadi tambah panas dan saling membuka dendam dan luka lama.

Pemilu, seharusnya menjadi pesta demokrasi. Karena dulu, kita yang mengharapkan dan yang memperjuangkan agar negara ini menjadi negara demokrasi. Sehingga, siapapun berhak menjadi pemimpin asalkan ia mampu dan berkomitmen terhadap kepemimpinannya. Jikalau ternyata dia tidak mampu, dia harus bersedia mundur dari jabatannya tanpa harus menunggu rakyatnya marah dan memintanya mundur.

Bukankah adanya sistem demokrasi ini, harapannya kekuasaan ini bukan hanya dikuasai oleh beberapa gelintir orang saja. Seharusnya demokrasi ini tidak boleh dikotori oleh siapapun hanya untuk kepentingan sebagian pihak.

Sejarah-sejarah kelam masa lalu bangsa Indonesia dan perang saudara di negara-negara yang berkonflik seharusnya menjadi pembelajaran bagi kita. Bahwasanya, politik dengan mengangkat dan memanfaatkan isu Suku, Agama, Ras dan Antar golongan( SARA) hanya akan memperkeruh negara, mengadu domba masyarakat, dan menciptakan konflik.

Banyak peristiwa kelam kerusuhan dan konflik berdarah di Indonesia di masa lalu adalah akibat dari SARA. Kemudian perang-perang saudara di dunia bahkan yang sampai masih terjadi hari ini di negara-negara konflik pun diakibatkan oleh SARA. Ketika politik dibungkus SARA, maka yang terjadi adalah petaka.

Ketika politik sudah terlalu keruh, Isu SARA sudah tidak terkendali, hoax tak terbendung, maka tunggulah suatu bangsa akan hancur dan carut marut. Tatanan politik rusak, tatanan sosial rusak, dan ekonomi rusak. Sedangkan untuk kembali memperbaikinya butuh waktu dan butuh proses.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun