Mohon tunggu...
Muhammad Natsir Tahar
Muhammad Natsir Tahar Mohon Tunggu... Penulis - Writerpreneur Indonesia

Muhammad Natsir Tahar| Writerpreneur| pembaca filsafat dan futurisme| Batam, Indonesia| Postgraduate Diploma in Business Management at Kingston International College, Singapore| International Certificates Achievements: English for Academic Study, Coventry University (UK)| Digital Skills: Artificial Intelligence, Accenture (UK)| Arts and Technology Teach-Out, University of Michigan (USA)| Leading Culturally Diverse Teams in The Workplace, Deakin University and Deakin Business Course (Australia)| Introduction to Business Management, King's College London (UK)| Motivation and Engagement in an Uncertain World, Coventry University (UK)| Stakeholder and Engagement Strategy, Philantrhopy University and Sustainably Knowledge Group (USA)| Pathway to Property: Starting Your Career in Real Estate, University of Reading and Henley Business School (UK)| Communication and Interpersonal Skills at Work, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Leading Strategic Innovation, Deakin University (Australia) and Coventry University (UK)| Entrepreneurship: From Business Idea to Action, King's College London (UK)| Study UK: Prepare to Study and Live in the UK, British Council (UK)| Leading Change Through Policymaking, British Council (UK)| Big Data Analytics, Griffith University (Australia)| What Make an Effective Presentation?, Coventry University (UK)| The Psychology of Personality, Monash University (Australia)| Create a Professional Online Presence, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Collaborative Working in a Remote Team, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Create a Social Media Marketing Campaign University of Leeds (UK)| Presenting Your Work with Impact, University of Leeds (UK)| Digital Skills: Embracing Digital, Technology King's College London (UK), etc.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

U-distopia | Utopia dan Pengecohan Kesadaran

20 Januari 2023   14:27 Diperbarui: 5 Februari 2023   09:07 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Ilustrasi: pixabay.com

Jika diberikan utopia kepada manusia apakah semuanya akan selesai? Manusia eksis tidak hanya sebagai parasit bagi bumi, tapi juga menjadi petarung di atas planet ini untuk berhasil survive di jalur keras evolusi. Utopia hanyalah puncak angan-angan ketika manusia sudah terlalu lelah.

Manusia telah tidak cocok dalam banyak hal, setelah mereka tidak lagi menjadi penghuni gua. Dalam tatanan Society 2.0, manusia memulai hidup dalam kelompok besar, Hammurabi membual tentang kasta-kasta dan dia diangkat menjadi raja Babilonia. Era feodalisme adalah fase yang terlalu lama bertahta di anak tangga sejarah. Manusia di zaman itu tak ubahnya seperti semut di bawah kaca pembesar.

Telah sangat lama pula manusia berhasil melawan dirinya sendiri untuk bebas dari pelukan ketat kasta-kasta. Beribu-ribu tahun pula manusia lupa bahwa dirinya adalah makhluk tegak petarung, bukan seekor semut pengabdi.

Hal ini kemudian menjadi ironi ketika membaca fakta bahwa semut telah berhasil menguasai hampir seluruh bagian tanah di permukaan bumi. Semut adalah serangga sosial dengan 12.500 spesies yang damai di bumi. Sebab di kerajaan semut tidak hidup seorang pemikir liberal-egaliter macam Voltaire atau pejuang hak-hak sipil seperti Martin Luther King Jr.

Semut menerima kastanya sebagai yang terberikan (given) dari langit dengan lapang dada. Tidak ada kudeta militer terhadap ratu semut yang bertubuh bongsor itu. Lagi pula ratu semut adalah ratu baik hati keibuan, yang menjadi sumber kehidupan bagi koloninya, alih-alih sebagai penindas. Tidak ada alasan bagi jelata-jelata semut untuk membencinya seperti kebencian terhadap Ratu Marie Antoinette, yang dituduh sebagai seorang pemboros dan mata-mata Austria.

Ratu semut juga tidak manja seperti ratu lebah yang diberikan royal jelly (susu lebah) sejak bayi untuk memacu pertumbuhan ukuran tubuhnya. Beberapa ratu semut ditemukan memiliki postur yang hampir sama dengan semut tentara atau semut pekerja. Ratu semut juga lebih egaliter dibanding ratu lebah sebagai penguasa tunggal yang sarangnya paling besar dan paling menonjol sendirian.

Di level Society 3.0, kelakuan manusia sebagai parasit bagi bumi makin menjadi-jadi. Mesin uap dan pabrik-pabrik mulai didirikan dan beribu-ribu cerobong asap raksasa dibangun setelahnya. Kapal-kapal uap bersenjata melakukan ekspedisi untuk merebut tanah jajahan. Di puncak revolusi industri 3.0, bumi sudah sangat tereksploitasi, hutan-hutan binasa, polusi udara, pencemaran lingkungan, pembocoran lapisan ozon, dan berakhir pada ancaman global warming. 

Di zaman ini utopia diterjemahkan ke dalam banyak ide atau isme, seperti dihitung oleh Lyman Tower Sargent di antaranya adalah sosialis, kapitalis, monarkis, demokratis, anarkis, ekologis, feminis, patriarkal, egalitarian, hierarkis, rasis, sayap kiri, sayap kanan, reformis, cinta bebas, keluarga inti, keluarga besar, dan lebih banyak lagi kaum pejuang utopia.

Seluruh isme itu kemudian runtuh begitu manusia memasuki era digital dalam tatanan Society 4.0, utopia gagal dicapai dengan cara apapun. Manusia-manusia posmo mulai tidak percaya kepada mitos-mitos negara dan bualan politik kekuasaan.

Begitu pemimpin dari spesies manusia telah terbukti gagal dalam banyak hal, saat kedigdayaan mereka berhasil diintervensi oleh kecerdasan buatan (artifical intelligence), para futuris mendambakan sebuah kehidupan dalam kendali tunggal AI Governance System.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun