Mohon tunggu...
Muhammad Natsir Tahar
Muhammad Natsir Tahar Mohon Tunggu... Penulis - Writerpreneur Indonesia

Muhammad Natsir Tahar| Writerpreneur| pembaca filsafat dan futurisme| Batam, Indonesia| Postgraduate Diploma in Business Management at Kingston International College, Singapore| International Certificates Achievements: English for Academic Study, Coventry University (UK)| Digital Skills: Artificial Intelligence, Accenture (UK)| Arts and Technology Teach-Out, University of Michigan (USA)| Leading Culturally Diverse Teams in The Workplace, Deakin University and Deakin Business Course (Australia)| Introduction to Business Management, King's College London (UK)| Motivation and Engagement in an Uncertain World, Coventry University (UK)| Stakeholder and Engagement Strategy, Philantrhopy University and Sustainably Knowledge Group (USA)| Pathway to Property: Starting Your Career in Real Estate, University of Reading and Henley Business School (UK)| Communication and Interpersonal Skills at Work, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Leading Strategic Innovation, Deakin University (Australia) and Coventry University (UK)| Entrepreneurship: From Business Idea to Action, King's College London (UK)| Study UK: Prepare to Study and Live in the UK, British Council (UK)| Leading Change Through Policymaking, British Council (UK)| Big Data Analytics, Griffith University (Australia)| What Make an Effective Presentation?, Coventry University (UK)| The Psychology of Personality, Monash University (Australia)| Create a Professional Online Presence, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Collaborative Working in a Remote Team, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Create a Social Media Marketing Campaign University of Leeds (UK)| Presenting Your Work with Impact, University of Leeds (UK)| Digital Skills: Embracing Digital, Technology King's College London (UK), etc.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Abad Digital yang Dikepung Mitos

16 September 2021   15:47 Diperbarui: 16 September 2021   19:53 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: artranked.com

Dalam ruang kekinian baik Barat dan Timur, keduanya tidak benar-benar meninggalkan mitos. Apalagi kaum Barat yang mendobrak kemapanan teologis dan metafisis dengan jalan analitik dan agnostik, ternyata masih dikepung oleh kenangan mitos.

Hari-hari yang dilewati dalam abad ultra modern ini, adalah hari-hari mitos. Kita menggunakan sistem penanggalan dari mitos-mitos astrologi yang dikombinasikan dengan perayaan nama-nama dewa Yunani dan tirani Latin. Lalu tahun baru disambut dengan fitur-fitur modern untuk mengulang mitos dari Mesopotimia kuno yang diapit Eufrat dan Tigris.

Dibanding orang Timur (terutama China dan India), yang akar filsafatnya adalah sintetik, Barat (secara historis mencakup filsafat Islam) yang analitik, memulai fase positivisme dan hanya fokus pada bidang-bidang fungsional, tanpa sadar masih terpesona oleh kenangan-kenangan mitos dan legenda.

Kita dapat menandai ini dalam frasa Inggris modern yang masih mengabadikan mitos-mitos primitif Yunani, seperti as strong as Hercules, as beautiful as Venus, Achilles' heel, Oedipus-complex, chaos, tantalize, mercurial, venereal disease, amorous, bacchanal, ocean, atlas, psychology, misalnya. Atau kosa kata urban legend seperti Friday 13th, Jeepers Creeper atau Bigfoot.

Hal ini dapat dipahami dari sangat panjangnya rantai historia mitologi yang telah dilewati oleh moyang kita, dan diturunkan secara genetik. Auguste Comte membaginya menjadi masa teologis, lalu masa metafisis  (rasionalisasi religi), hingga sampai ke tahap positif (masa saintifik).

Sedangkan Eric Dardel membelah tahap evolusi peradaban manusia menjadi tahap mistis (mythical stage), tahap epik (epic stage), dan tahap historis (historical stage). Tahap teologis dan metafisis versi Comte atau tahap mistis dan epik versi Dardel memakan waktu hingga ratusan ribu tahun.

Kata Dardel, manusia modern sedang melewati tahap historis, dimulai ketika manusia (Barat) tidak lagi melihat masa lalu sebagai teladan, lalu mulai menentukan sasaran-sasaran rasional bagi dirinya dan memikirkan cara-cara pencapaiannya.

Manusia Barat telah melewati tahap ontologis, ketika berhasil membebaskan diri dari kekuasaan mistis dan mulai mengambil jarak dengan segala sesuatu yang ditatapnya. Mereka mulai berpikir dan meneliti. Padahal mereka tidak benar-benar membebaskan diri.

Filsafat Barat sebagai akar dari sains modern yang dikembangkan oleh semisal Thales hingga Plotinus justru berangkat dari spekulasi- spekulasi mistis dan legenda-legenda primitif di sekitarnya. Yang membedakan, orang kuno masih mengacaukan antara sihir dan sains, menganggap semua fenomena sains adalah sihir. Seperti memburu ilmuan dan menuduh mereka sebagai penyihir.

Mereka tak memahami logika dikotomis, logika diferensial, apalagi logika definisi yang amat abstrak. Namun itu tidaklah tampak buruk pada masanya, kecuali bila orang sekarang melakukan hal yang sama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun