Mohon tunggu...
Muhammad Natsir Tahar
Muhammad Natsir Tahar Mohon Tunggu... Penulis - Writerpreneur Indonesia

Muhammad Natsir Tahar| Writerpreneur| pembaca filsafat dan futurisme| Batam, Indonesia| Postgraduate Diploma in Business Management at Kingston International College, Singapore| International Certificates Achievements: English for Academic Study, Coventry University (UK)| Digital Skills: Artificial Intelligence, Accenture (UK)| Arts and Technology Teach-Out, University of Michigan (USA)| Leading Culturally Diverse Teams in The Workplace, Deakin University and Deakin Business Course (Australia)| Introduction to Business Management, King's College London (UK)| Motivation and Engagement in an Uncertain World, Coventry University (UK)| Stakeholder and Engagement Strategy, Philantrhopy University and Sustainably Knowledge Group (USA)| Pathway to Property: Starting Your Career in Real Estate, University of Reading and Henley Business School (UK)| Communication and Interpersonal Skills at Work, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Leading Strategic Innovation, Deakin University (Australia) and Coventry University (UK)| Entrepreneurship: From Business Idea to Action, King's College London (UK)| Study UK: Prepare to Study and Live in the UK, British Council (UK)| Leading Change Through Policymaking, British Council (UK)| Big Data Analytics, Griffith University (Australia)| What Make an Effective Presentation?, Coventry University (UK)| The Psychology of Personality, Monash University (Australia)| Create a Professional Online Presence, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Collaborative Working in a Remote Team, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Create a Social Media Marketing Campaign University of Leeds (UK)| Presenting Your Work with Impact, University of Leeds (UK)| Digital Skills: Embracing Digital, Technology King's College London (UK), etc.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Melaka, Maluku, dan Columbus yang Tersesat

11 Februari 2019   09:42 Diperbarui: 11 Februari 2019   20:16 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keturunan Portugis di Melaka. (F: Noraini)

Menurut Daron Acemoglu-James A. Robinson dalam buku Mengapa Negara Gagal,  pada 1082 Venesia memiliki hubungan dagang yang sangat erat dengan Imperium Ottoman, yang dalam waktu singkat di Konstantinofel (Turki) telah dibangun pemukiman Venesia yang dihuni 10 ribu warga. Venesia lalu melejit menjadi penguasa tunggal perdagangan rempah, budak dan manufaktur berkualitas tinggi di sebentang Mediterania.

Kita dapat mengatakan bahwa Melaka, Venesia dan Konstantinofel adalah negeri-negeri jaya di masa lalu. Bila laju sejarah bergerak secara linier, maka ketiga kota ini akan berada di puncak peradaban dunia. 

Namun kenyataannya terutama Venesia dan Melaka hari ini adalah kota yang redup dan menjelma menjadi museum sejarah untuk mengenang romantisme silam.

Dalam hipotesis dan catatan-catatan penyebab negara gagal, Venesia telah meruntuhkan dirinya sendiri yang ditandai dengan hiruk pikuk debat politik dan amandemen konstitusi pada 1286. 

Namun secara umum, kecamuk kekuasaan dan tangan-tangan tiran yang membentuk kebijakan ekstraktif-totaliter telah menjadi penyebab runtuhnya banyak negara di masa lalu, dan negara-negara Afrika di sepanjang peradaban kecuali Botswana.

Sementara Melaka selain bernafas feodalisme dan ekonomi eksklusif, negeri ini telah dilantak sedemikian rupa oleh kekuatan senjata Eropa. Tidak cukup melumat Melaka sebagai etalase perdagangan rempah dunia, Portugis kemudian menembus ke hulu, tepat di jantung perkebunan rempah dunia: Kepulauan Maluku. Mereka melakukan genosida di Kesultanan Tidore, Ternate, Bacan dan Kepulauan Banda untuk menjadi kendali utama.

Mari kita lihat Kepulauan Britania atau Inggris. Sebelum menerima mahkota revolusi industri, negeri ini adalah sudut tak penting yang berabad-abad menangis dalam jajahan imperium Romawi. 

Dipicu oleh mesin uap yang pertama kali berdentang di lembah penambangan batu bara, Inggris bergegas menciptakan mesin-mesin untuk menguasai dunia. Tanpa ini, Inggris dan Melaka sama-sama punya daya dorong yang pelan untuk beradu: Lingua Franca siapa yang paling bisa menguasai dunia.

Faktor manusia menjadi demikian penting untuk membelokkan sejarah. Inggris membentuk imperium Britania Raya terbesar dan terakhir setelah Romawi dan Ottoman. Koloni-koloni Inggris di Amerika Utara dan Australia, tidak hanya dijadikan perkebunan dan tambang, namun juga adalah tempat mengekspor para penjahat atau orang tahanan.

Dasar Anglo Saxon, walaupun mantan penjahat tapi mereka tetap unggul. Para penjahat di tanah buangan ini berbaur dengan para pedagang dan serdadu yang menetap, membangun kekuatan ekonomi mereka sendiri yang inklusif. Lalu menjadi kekuatan politik yang dahsyat untuk berpisah dengan induk semangnya, sehingga berdirilah negara Amerika Serikat dan Australia.

Kunci kemajuan Inggris, dengan anak kandungnya Amerika dan Australia, yang kemudian disusul Prancis yang melahirkan Kanada (bekas koloni dan keturunan Prancis di Amerika Utara) adalah adanya tatanan ekonomi inklusif, yang memberi kesempatan kepada semua warga negaranya untuk bebas tanpa hambatan membangun ekonomi privat, rumusan upah yang bermartabat, serta melindungi hak milik setiap warga negara. 

Model ekonomi inklusif menurut ekonom Joseph Scumpeter memicu penghancuran kreatif. Apa itu penghancuran kreatif? Kita akan bahas nanti. ~MNT

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun