Mohon tunggu...
Muhammad Natsir Tahar
Muhammad Natsir Tahar Mohon Tunggu... Penulis - Writerpreneur Indonesia

Muhammad Natsir Tahar| Writerpreneur| pembaca filsafat dan futurisme| Batam, Indonesia| Postgraduate Diploma in Business Management at Kingston International College, Singapore| International Certificates Achievements: English for Academic Study, Coventry University (UK)| Digital Skills: Artificial Intelligence, Accenture (UK)| Arts and Technology Teach-Out, University of Michigan (USA)| Leading Culturally Diverse Teams in The Workplace, Deakin University and Deakin Business Course (Australia)| Introduction to Business Management, King's College London (UK)| Motivation and Engagement in an Uncertain World, Coventry University (UK)| Stakeholder and Engagement Strategy, Philantrhopy University and Sustainably Knowledge Group (USA)| Pathway to Property: Starting Your Career in Real Estate, University of Reading and Henley Business School (UK)| Communication and Interpersonal Skills at Work, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Leading Strategic Innovation, Deakin University (Australia) and Coventry University (UK)| Entrepreneurship: From Business Idea to Action, King's College London (UK)| Study UK: Prepare to Study and Live in the UK, British Council (UK)| Leading Change Through Policymaking, British Council (UK)| Big Data Analytics, Griffith University (Australia)| What Make an Effective Presentation?, Coventry University (UK)| The Psychology of Personality, Monash University (Australia)| Create a Professional Online Presence, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Collaborative Working in a Remote Team, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Create a Social Media Marketing Campaign University of Leeds (UK)| Presenting Your Work with Impact, University of Leeds (UK)| Digital Skills: Embracing Digital, Technology King's College London (UK), etc.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kita Bisa Punya Sepasang Mata yang Menyesatkan

18 November 2017   08:09 Diperbarui: 5 Maret 2019   09:58 564
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: https://aws-dist.brta.in

Bila kita mendefinisikan kebenaran atau memilah mana benar dan salah hanya melalui apa yang terbaca, terlihat dan terdengar, maka kita sedang berada pada tingkatan terendah dalam struktur pengetahuan manusia. Masih ada tingkatan - tingkatan selanjutnya yang hanya dilakukan sedikit orang.

Dalam perspektif filsafat ilmu terdapat beberapa struktur pengetahuan manusia dalam menangkap kebenaran. Umumnya kita sudah puas pada tingkatan pertama yakni penalaran indrawi atau faktual. Atas bekal itu pula kita - dengan berani - membuat pilihan - pilihan atas ideologi, politik dan bahkan agama. Tingkat pertama ini tidak berfungsi secara lengkap, tidak  terstruktur, dan pada umumnya kabur. Ciri lainnya, berjibaku pada teks tapi lemah dalam konteks.

Penalaran indrawi kemudian menyuburkan praktik - praktik pembingkaian fakta atau framing dan penyesatan fakta atau hoax. Karena pelakunya atau yang berkepentingan atas itu percaya bahwa fakta - fakta yang dimunculkan akan dilayani sebagai kebenaran.

Kebenaran adalah satu nilai utama di dalam kehidupan humanis sekaligus menjadi fungsi rohani manusia. Artinya sifat manusiawi atau martabat kemanusiaan (human dignity) selalu berusaha memeluk suatu kebenaran. Untuk itu manusia harus berusaha meng-up grade level kebenaran indrawi yang mereka pegang teguh selama ini kepada berbagai tingkatan di atasnya demi menjaga validitas kebenaran itu sendiri.

Di atas tingkatan kebenaran indrawi, disebut tingkatan ilmiah. Level ini memerlukan pembuktian empiris yang kemudian diolah dengan rasio. Filsafat ilmu memiliki tiga cabang kajian ilmiah yaitu ontologi, epistemologi dan aksiologi. Ontologi membahas tentang apa itu realitas. Epistemologis membahas metodologi ilmu pengetahuan dengan pilar utamanya rasionalisme dan empirisme. Kemudian aksiologi menyangkut tujuan dengan mempertimbangkan aspek pragmatis-materialistis.

Di atas ilmiah adalah tingkatan filosofis, di mana seseorang harus menajamkan rasio dan pikiran murni dengan perenungan mendalam yang semata -mata untuk meninggikan nilai kebenaran. Tingkatan tertinggi adalah religius, yakni kebenaran mutlak yang bersumber dari Sang Maha Pencipta dan dihayati oleh kepribadian dengan integritas dan iman.

Maka tingkatan religius tidak sepadan untuk didebatkan pada tingkatan kebenaran di bawahnya, apalagi hanya dengan modal indrawi-faktual, sebagai perangkat yang paling sederhana dan paling lemah dalam menemukan hakikat kebenaran. Mata adalah medium penghubung antar kosmos untuk melihat fakta semesta, tapi bukan bagian dari esensi. ~MNT

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun