Mohon tunggu...
Misri Gozan
Misri Gozan Mohon Tunggu... Guru Besar Teknik Kimia - UI, Ketua BATAP LAM TEKNIK-IABEE Persatuan Insinyur Indonesia

Ketua BATAP dan Komite Eksekutif LAM TEKNIK, Persatuan Insinyur Indonesia Guru Besar Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia Pengasuh Pendidikan Dasar, Menengah dan Pesantren

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Pabriknya di Sini, Teknologinya Asing, SDM-nya Bingung

16 Mei 2025   06:00 Diperbarui: 20 Mei 2025   12:57 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ILUSTRASI | Dok Beswan Djarum Plus via KOMPAS

Indonesia sedang gencar mengusung hilirisasi. Pabrik-pabrik nikel, smelter bauksit, hingga proyek gasifikasi batubara berdiri megah di berbagai daerah. Nilai investasinya triliunan rupiah. Tapi siapa yang akan mengoperasikan semua itu? Jawabannya tidak sesederhana “lulusan vokasi”. 

Faktanya, sebagian besar pabrik besar di Indonesia dikuasai oleh pemodal asing, dan mereka tidak punya insentif alami untuk membina SDM lokal jangka panjang. Di sisi lain, pelaku industri nasional, terutama UKM, merasa tidak siap, takut ambil risiko, atau bahkan tidak tahu harus mulai dari mana untuk bekerja sama dengan lembaga vokasi seperti SMK maupun politeknik.

Inilah dilema vokasi Indonesia: saat industri besar cenderung pragmatis dan industri lokal pasif, pendidikan vokasi, baik di tingkat menengah maupun tinggi, kehilangan mitra nyata di lapangan.

Industri Asing: Fokus Produksi, Bukan Pendidikan

Mari bicara terbuka. Banyak proyek industri besar yang masuk ke Indonesia, khususnya di sektor logam, energi, dan petrokimia, berasal dari konsorsium asing.

Contohnya, kawasan industri Morowali dan Weda Bay didominasi oleh modal dan teknisi dari Tiongkok. Ketika pabrik mulai beroperasi, tenaga kerja lokal lebih banyak mengisi posisi penjaga keamanan dan operator level dasar. Posisi teknis dan supervisor? Dipegang tenaga kerja asing.

Bukan karena tidak ada lulusan SMK atau politeknik, tapi karena tidak ada proses pembinaan lokal yang disyaratkan atau difasilitasi dengan serius. Investor asing umumnya memiliki target jangka pendek, return of investment secepat mungkin. Mereka tidak punya kewajiban struktural untuk melatih teknisi lokal, kecuali diatur oleh regulasi negara tuan rumah.

UKM Lokal: Mau Bantu, Tapi Takut Salah Langkah

Sementara itu, UKM dan industri kecil-menengah di dalam negeri yang justru paling dekat dengan SMK dan politeknik, seringkali tidak terlibat dalam pelatihan vokasi. Alasannya masuk akal: takut menanggung risiko.

Banyak pelaku UKM merasa fasilitas mereka belum layak untuk menerima siswa atau mahasiswa magang. Ada juga yang khawatir waktu produksi terganggu karena harus mendampingi peserta. Bahkan ada yang takut disalahkan kalau terjadi kecelakaan kerja. Belum lagi keraguan soal prosedur hukum, administrasi, dan ketidaktahuan bagaimana menjalin kemitraan formal.

Akibatnya, baik SMK maupun politeknik kesulitan memberikan pengalaman kerja nyata kepada siswanya, padahal kurikulum keduanya sama-sama menuntut link and match yang kuat dengan industri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun