Mohon tunggu...
Misbah Murad
Misbah Murad Mohon Tunggu... O - "Tidak ada sekolah menulis; yang ada hanyalah orang berbagi pengalaman menulis."- Pepih Nugraha, Manager Kompasiana. chanel you tube misbahuddin moerad

"Tidak ada sekolah menulis; yang ada hanyalah orang berbagi pengalaman menulis."- Pepih Nugraha, Manager Kompasiana. chanel you tube misbahuddin moerad

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hidayah

24 September 2019   19:44 Diperbarui: 24 September 2019   19:55 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dia tumbuh di tengah keluarga yang bergelimang harta, apa saja yang dia inginkan tidak lebih dari lima hari sudah ada di hadapnya, dia ingin sepatu, dia ingin baju, dia ingin motor, semua langsung didapatkannya dalam hitungan tidak lebih dari lima hari.

Dia tumbuh ditengah keluarga yang penuh dengan kemanjaan, makanan apapun yang dia inginkan paling lama dua hari makanan itu sudah tersedia di hadapanya.

Ayahnya seorang pekerja keras, sering pergi keluar rumah, keberbagai kota untuk mengumpulkan harta dunia, mungkin karena terobsesi masa kecilnya dulu yang serba kekurangan, karena saat orang tuanya masih kecil hidup dalam keperihatinan.

Ibunya seorang ibu rumah tangga, yang di penuhi kecukupan dari harta, bahkan keluarga suaminya dan keluarga ibunya yang kekurangan, dia dengan ikhlas membantu mereka semua.

Mereka sekeluarga mendapat kebebasan yang penuh, setiap liburan mereka jalan-jalan kemana mereka suka, sayangnya mereka bepergian tanpa diikuti orang tua, sang ayah pekerja ulung dan sang ibu dirumah sendiri menerima pundi-pundi dari pekerjaan sang ayah.

Ayahnya kalau dihitung paling lama selama satu bulan hanya tujuh hari di rumah, uang setiap bulan sangat berlimpah, mereka bukanlah orang yang terlalu religius, mau sholat mau mengaji terserah masing-masing, tidak ada perintah dan tidak ada larangan baik dari Ibu maupun ayah mereka.

Pernah mereka ingin jalan ke Bali, mereka hanya menghubungi sang ayah, mereka mengatakan ingin main ke Bali selama lima hari, penginapan di Bali si ayah yang mengubungi, mereka sampai di Bali semua sudah di fasilitasi oleh ayah mereka, dan mereka menikmati semua.

Aku bukan sekali dua kali diajak nya untuk liburan, semua dia yang membayar, dari pesawat, penginapan, makan semuanya, tidak ada serupiahpun uang yang aku keluarkan, bahkan oleh-oleh untuk kedua orang tuakupun saat kembali dia sudah menyiapkan.

Untungnya aku masih melaksanakan sholat, mengaji walau selembar sehari, tapi aku belum berani mengajaknya untuk sholat, mengaji, kalau keluar daerah dia kadang meminum-minuman keras, tapi dia tidak pernah menawariku, dia juga tidak melarangku, jadi aku bebas mau minum terserah, tidak terserah, untung aku masih ingat nasihat orang tuaku, sekali minum alkohol selama empat puluh hari empat puluh malam ibadah apapun yang kita lakukan tidak diterima Allah.

Aku tidak berani menasehatinya, mungkin karena aku sudah larut akan semua yang dia berikan kepadaku. Apalagi kalau dia sudah membawa seorang wanita, maka aku akan mencari alasan untuk keluar sampai aku perkirakan apa yang mereka lakukan selesai.

Setelah bertahun-tahun seperti ini, untunglah hidayah itu segera datang, dia masuk rumah sakit entah disebabkan apa, dia masuk diruang ICU, sudah dua dia terbaring tanpa bisa berbuat apa-apa, jangankan untuk bicara, matapun tidak bisa terbuka, Ibunya menangis di sisi pembaringan, sementara ayahnya hanya memandang wajah anaknya dengan penuh kehampaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun