Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Drama

Sengatan Lebah Tak Sepedih Sengatan Waktu

1 Maret 2018   07:49 Diperbarui: 1 Maret 2018   08:10 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Judul tulisan yang tidak mirip puisi, esai atau prosa ini aku buat ketika aku mencoba menelusuri jejak waktu yang entah mengapa tercerai berai dari benakku.  Apa karena aku sengaja melupakannya setiap kali aku terjaga.  Sebab aku pikir terlalu banyak ceceran kenangan yang terluka atau mungkin aku secara tidak sengaja justru melemparkannya keluar jendela saat aku menguap atau bersendawa. 

Entahlah.  Padahal tentu aku tidak memusuhinya.  Bagaimana aku memusuhi waktu jika waktu adalah bayangan yang selalu mengikutiku.  Setiap aku berjalan, waktu mengukir jejak yang sama berbarengan.  Setiap aku terlibat perbincangan apa saja dengan siapa saja, waktu mengurangi usiaku tanpa memberitahu.

Aku percaya kepada Tuhan.  Selain menciptakan manusia, Tuhan terlebih dahulu menciptakan waktu.  Waktu yang bergulir ketika sepasang manusia pertama terlahir di surga.  Waktu juga yang menghitung kesalahan Adam dan Hawa saat harus menerima hukuman diturunkan di bumi.  Menjalani waktu dalam melahirkan anak-anaknya.  Begitu seterusnya.  Sampai kemudian waktu melahirkan milyaran anak-anak lainnya.

------

Lebah.  Binatang bersayap yang sempurna dalam memutar manisnya waktu.  Menyebar seperti pasukan Genghis Khan.  Mengendus setiap keharuman.  Lalu menyesapnya tanpa sungkan.  Membawa manis dengan sepasang sayapnya.  Sementara di beberapa pasang kakinya menempel putik atau benangsari untuk disebarkan cuma-cuma.  Bagi kelahiran bunga-bunga selanjutnya.

Lebah yang sendirian adalah pejuang.  Sedangkan jika dalam kumpulan adalah sebuah kerajaan.  Kerajaan besar dengan ratu perkasa yang terbaring mengawasi jalannya waktu.  Agar tidak menuntun para perusuh mengganggu sarangnya yang dipenuhi madu.

Kecuali beruang madu tentu saja.  Sang ratu dengan sukarela akan memberikannya.  Karena beruang madu dibatasi oleh waktu.  Menyecap manis yang murni demi detak jantungnya.  Dan juga demi air susu yang dihasilkan bagi anak-anaknya.

Manakala suara berdengung terdengar pelan, lebah-lebah itu sedang menikmati waktu bersama manis yang sedang dipilinnya.  Apabila suara berdengung itu pecah berantakan seperti kapal terkena hantaman meriam, lebah-lebah itu sedang berburu waktu menyelamatkan sarangnya yang terganggu.  Mempertaruhkan nyawa bagi ratu yang dijunjungnya.  Seperti para penderma nyawa yang berjuang demi tanah airnya.

-----

Jika disuruh untuk memilih, aku lebih memilih disengat lebah daripada disengat waktu.  Sengatan lebah sakitnya langsung terasa sehingga aku sadar bahwa itu sakit.  Tapi disengat oleh waktu membuat hatiku memar dan biru-biru yang tak kusadari sampai hitungan windu.   Sengatan lebah juga mudah diobati dengan olesan atau suntikan.  Sementara sengatan waktu tidak mampu disembuhkan dengan cara biasa.  Melawan dan membalik kejadiannya atau berdiam lalu menyerah atas kekuasaannya. 

Aku sampai harus membuat sebuah percakapan imajiner untuk mengukur sampai sejauh apa aku bisa menahan diri terhadap sengatan waktu.  Terhadap pertanyaan-pertanyaan yang hanya bisa dijawab oleh waktu.  Aku lalu berbincang dengan waktu itu sendiri.  Tapi tetap itu waktuku.  Bukan waktu yang dipunyai orang lain.  Karena waktu orang lain pasti berselisih dengan waktuku;

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Drama Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun