Mohon tunggu...
Milisi Nasional
Milisi Nasional Mohon Tunggu... Freelancer - Buruh Tulis

Baca, Tulis, Hitung

Selanjutnya

Tutup

Politik

Alasan Ahok Sebut Anies Pintar Ngomong

28 Juni 2019   18:53 Diperbarui: 28 Juni 2019   19:08 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: Okezone.com

Pemimpin sejatinya adalah orang yang pintar, karena kepintarannya itulah kita mempercayakan dan memberikan mandat untuk mengelola pemerintahan kepadanya. Bermodal kepintaran tersebutlah dirinya mampu mengelola dan menata permasalahan yang banyak menucul selama masa pemerintahannya. 

Pintar tentu bukan hanya persoalan akademis, lebih jauh dari itu mencakup banyak, termasuk pintar dalam memilih diksi dan kata yang tepat dengan sebuah konteks, dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi secara matang. Tentu bukan perkara mudah dalam memilih dan memilah kata, sebab tutur bahasa yang luhur merupakan cerminan pekerti yang luhur pada pribadi tersebut.

Hari-hari ini warganet ramai dalam mempersoalkan pemilihan diksi yang digunakan oleh Gubernur Anies Baswedan dalam menanggapi persoalan reklamasi. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan kembali menjadi "spolight"  setelah muncul penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) pada proyek reklamasi Teluk Jakarta. Tidak hanya itu, warganet secara tajam juga menyoroti penggunaan kata-kata dan istilah yang dipilih Anies Baswedan dalam melihat reklamasi.

Kontroversi penggunaan  diksi dalam reklamasi pertama kali hadir saat Sekretaris Daerah DKI Saefullah memberikan pernyataan mengenai pulau rekalamasi bukan lagi pulau melainkan pantai. Daratan hasil reklamasi kini bukan lagi disebut sebagai pulau, melainkan pantai. Tak lama berselang, Gubernur Anies Baswedan memberikan penjelasan maksud hal tersebut. "Dari reklamasi saja, disebutnya pulau reklamasi. tidak ada pulau. Yang disebut pulau itu adalah daratan yang terbentuk proses alami. Kalau daratan yang dibuat manusia itu namanya pantai, bukan pulau," kata Anies di acara halalbihalal bersama caleg Gerindra DKI, di Hotel Grand Sahid, Jl Jend Sudirman, Jakarta Pusat, Minggu (23/6/2019).

Pernyataan itu sontak mengundang komentar dan cibiran para warganet terutama para barisan pendukung Ahok. Mereka secara pedas mengkritik Anies Baswedan dengan permainan kata yang kerap dilakukannya dalam menanggapi persoalan yang terjadi di Jakarta. Para pendukung Ahok mengatakan Anies tidak menyentuh persoalan dan memberikan solusi secara substansial, melainkan hanyalah mengganti masalah dengan permainan perkataan.

Ahok sebagai Mantan Gubernur Jakarta pun sampai angkat bicara mengenai kepemimpinan Anies di Jakarta saat ini. Basuki Tjahja Purnama atau Ahok mengomentari kebijakan Gubernur Anies Baswedan menerbitkan IMB pulau reklamasi. Dia menjelaskan alasan menerbitkan Peraturan Gubernur Nomor 206 Tahun 2016 tentang Panduan Rancang Kota (PRK) Pulau Reklamasi di Teluk Jakarta, yang belakangan dijadikan landasan oleh Anies untuk menerbitkan IMB untuk pulau reklamasi baru-baru ini. 

Ahok menyatakan setelah membuat Pergub 206 Tahun 2016, ia tak pernah menggunakannya untuk menerbitkan IMB ratusan bangunan di pulau reklamasi di pantai utara Jakarta. Penggunaan Pergub 2016 untuk menerbitkan IMB di pulau reklamasi, menurut dia, baru terjadi di era Gubernur Anies Baswedan.  "(Tapi) Sekarang karena gubernurnya pintar ngomong, pergub aku udah bisa untuk (menerbitkan) IMB reklamasi," ujar Ahok Rabu, 19 Juni 2019.

Tentu Anies tidak secara serta merta mengeluarkan IMB tersebut, karena ada HPL, HGB, PRK Pergub 206/2016 dan ada Perjanjian Kerjasama maka IMB jadi hak pengembang yang harus dipenuhi. Perlu diketahui bahwa Hak dan kewajiban itu diatur dalam Kerjasama Swasta dan Pemprov DKI yang dibuat hanya beberapa minggu dan beberapa hari sebelum berakhirnya masa tugas gubernur saat itu. Jadi, Perlu diingat, semua landasan itu, baik HPL, HGB, Pergub dan Perjanjian Kerjasama sudah dikeluarkan sebelum saya bertugas di DKI, yaitu mulai 16 Oktober 2017. Semua landasan itulah, khususnya Perjanjian Kerjasama, yang memaksa dan mengharuskan Pemprov DKI kini menerbitkan IMB.

Banyak juga yang mencoba membandingkan kebijakan yang ditempuh oleh Anies justru tidak strategis dan menguntungkan Pemprov DKI Jakarta, sebagaimana di era Ahok yang dikatakan Reklamasi memberikan suntikan dana pembangunan yang bisa mencapai Rp 100-an Triliun melalui kontribusi tambahan sekitar 15%. Hal itu jelas tidak sepenuhnya benar. Bagaimana mungkin kita melakukan tukar tambah yang menggadaikan kedaulatan dengan cara melepaskan kepemilikan wilayah kepada sektor privat. Sebuah wilayah di pesisir Ibukota dijadikan kawasan private. Dikelola 100% oleh pengembang. 

Kawasan yang tertutup untuk publik dan dijaga oleh petugas keamanan swasta. Lalu, hanya sekelompok orang, yaitu hanya yang kaya, yang bisa masuk dan menggunakan manfaat dari ratusan hektar lahan reklamasi. Belum lagi kalau kita bicara ini kawasan pantai yang terbuka bagaimana dengan resiko soal masuk-keluar orang asing, perdagangan ilegal dll. Semua eksklusifitas itu dikemas dengan dibungkus kontribusi tambahan 15%. Itu namanya bayar tambahan untuk ambil aih kedaulatan kita atas tanah itu. Absurd jika kita mau menggadaikan kedaulatan wilayah hanyah dengan tukar tambah sebesar 15%. Bahkan jika tawaran nilainnya 100% pun kita akan menolak penggadaian wilayah tersebut.

Banyak kalangan menilai ucapan Ahok mengenai Gubernur Sekarang Pintar Ngomong dianggap sebagai bentuk satire  dan sanggahan terhadap kebijakan yang dikeluarkan oleh Gubernur Anies Baswedan. Tapi jika ditelisik lebih jauh ucapan Ahok boleh jadi adalah bentuk sebuah pujian terhadap kemampuan Anies dalam melihat peluang menggunakan diksi dalam membaca Undang-Udang dan Peratutan Gubernur sehingga memiliki landasan yang cukup kuat dalam mengambil kebijakan. Pemilihan kata pantai oleh Anies Baswedan jelas diikuti dengan sebuah alasan yang kuat. Menurut Ketua Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan ( TGUPP) bidang Pengelolaan Pesisir Marco Kusumawijaya, pemilihan diksi tersebut adalah merujuk definisi United Nations Conference on the Law of Sea (UNCLOS)1982 pasal 121. UNCLOS meberikan definisi pulau sebagai daerah daratan yang terbentuk secara alami, dikelilingi oleh air, yang berada di atas air saat air pasang. Sementara dalam pasal 60 poin ke-8 disebutkan, pulau buatan, instalasi, serta struktur yang berada di lepas pantai tidak memiliki status pulau.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun