Pekerja/buruh di dalam proses produksi barang dan jasa, tidak saja merupakan sumber daya tetapi juga sekaligus merupakan aset yang tidak dapat dipisahkan dari upaya untuk menjamin kelangsungan usaha. Oleh karena itu, hubungan kerja yang telah terjadi perlu dipelihara secara berkelanjutan dalam suasana hubungan industrial yang harmonis, dinamis, berkeadilan, dan bermartabat.
Pengakhiran hubungan kerja berarti bagi pekerja/buruh permulaan dari segala penderitaan, permulaan dari berakhirnya mempunyai pekerjaan, permulaan dari berakhirnya kemampuannya membiayai keperluan hidup sehari-hari baginya dan keluarganya, permulaan dari berakhirnya kemampuannya menyekolahkan anak-anaknya, dan sebagainya. Pasal 28D ayat (2) UUD 1945 menyatakan bahwa ‘Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapatkan imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja’. Pasal tersebut menunjukkan, bahwa setiap orang berhak atas pekerjaan, dan setelah mendapatkan pekerjaan harus berhak pula untuk terus bekerja.
Artinya, tidak diputuskan hubungan kerjanya pada waktu mendatang setelah ia mendapatkan pekerjaan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan merupakan salah satu undang-undang yang mengatur masalah ketenagakerjaan yang prinsipnya mengatur pembangunan ketenagakerjaan sedemikian rupa sehingga terpenuhi hak-hak dan perlindungan yang mendasar bagi tenaga-kerja dan pekerja/buruh serta pada saat yang bersamaan dapat mewujudkan kondisi yang kondusif bagi pengembangan dunia usaha. Dalam undang-undang ini diatur tentang cara membuat perjanjian-kerja, baik Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu (PKWT) maupun Perjanjian Kerja untuk Waktu Tidak Tertentu (PKWTT).
Berikut ini masalah yang timbul dalam perjanjian kerja waktu tertentu :
1. Perpanjangan Perjanjian Kerja
Suatu perjanjian kerja dapat diadakan untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu. Masalah perpanjangan tidak menjadi persoalan pada PKWTT karena perjanjian kerja macam ini terus berjalan hingga perjanjian kerja berakhir. UU Nomor 13 Tahun 2003 tidak mengatur tentang perpanjangan PKWTT, karena PKWTT tidak mungkin ada perpanjangan karena pekerja/buruh sudah menjadi pekerja tetap, lain halnya untuk PKWT
2. Akibat Peralihan Perusahaan
Perjanjian kerja baik PKWT maupun PKWTT tidak berakhir karena meninggalnya pengusaha atau beralih nya hak atas perusahaan yang disebabkan penjualan, pewarisan, atau hibah. Dalam hal terjadi pengalihan perusahaan, maka hak-hak pekerja/buruh menjadi tanggung jawab pengusaha baru, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian pengalihan yang tidak mengurangi hak-hak pekerja/buruh. Jika pengusaha orang perseorangan meninggal dunia, ahli waris pengusaha dapat mengakhiri perjanjian kerja setelah merundingkan dengan pekerja/buruh. Demikian juga, dalam hal pekerja/buruh meninggal dunia, ahli waris pekerja/buruh berhak mendapatkan hak-haknya sesuai degan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau hak-hak yang telah diatur dalam perjanjian kerja , peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama (Pasal 61 UU No. 13 Tahun 2003).
3. Pengakhiran Perjanjian Kerja Secara Sepihak
Selanjutnya, apabila salah satu pihak dalam perjanjian mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu, maka pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja (Pasal 62 UU No. 13 Tahun 2003).