Mohon tunggu...
Miftaqudin
Miftaqudin Mohon Tunggu... Lainnya - Mengabdi untuk masyarakat dengan menilik bidang pendidikan sebagai guru untuk memberdayakan masyarakat

Mahasiswa IAIN Samarinda jurusan PAI

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Realitas Pola Berpikir Masyarakat di Tengah Pandemi Covid 19

24 Agustus 2020   09:00 Diperbarui: 24 Agustus 2020   09:15 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pandemi Covid-19 memberikan dampak perubahan besar pada tatanan kehidupan bermasyarakat. Selain melumpuhkan sektor ekonomi di hampir seluruh negara, virus ini juga menyebabkan perubahan pola pikir dan perilaku masyarakat Indonesia ditengah kondisi masih adanya kepercayaan terhadap takhayul, mempercayai hoax dan mudah menyebarkannya tanpa diverifikasi terlebih dahulu, dan masih banyak hal yang membuat masyarakat indonesia wajar dipandang rendah inteleknya. Oleh karenanya, saya menyoroti realitas tindakan-tindakan masyarakat di tengah pandemi ini.

Jika ditelusuri kembali, ketika fase awal Covid-19 menyebar di indonesia dengan jumlah penderita positif sekitar 200 orang, masyarakat panik bukan main sehingga menimbulkan efek panic buying yang meruntuhkan rasa kemanusiaan dan meninggikan egoisme diatas segala-galanya dengan membeli kebutuhan hidup dalam skala besar, serta memborong masker dan handsanitizer untuk dijual dengan harga fantastis tanpa peduli antar sesama. 

Ditambah lagi arus informasi palsu alias hoax yang sangat cepat di media sosial untuk menggiring isu-isu penuh adu domba yang menyesatkan masyarakat dengan Tim medis dan pemerintah yang berusaha menangani penyebaran Covid-19. Dan lucunya adalah bagaimana orang awam yang jelas-jelas tidak memiliki spesialisasi pada bidangnya memberikan informasi yang tidak valid sumbernya, dengan mudahnya merendahkan dan membangun image buruk kepada pemerintah dan para spesialis sekelas dokter dalam menangani Covid-19 dan masyarakat percaya dengan hal tersebut.

Kemudian, tindakan lain yang tidak mencerminkan kemanusiaan adalah bagaimana masyarakat memberikan statement (penilaian buruk) kepada orang-orang yang positif Corona, dimana mereka memandang jijik, menghujat, bahkan mengusir keluarga dari orang yang terkonfirmasi corona tersebut dari tempat tinggal mereka. Imbas yang sama juga dirasakan para tenaga dan relawan medis yang membantu menangani Covid-19, bukannya diberikan motivasi dan penghormatan atas kerja keras mereka, realitasnya justru mereka seperti dibuang dan dikucilkan oleh masyarakat setempat. Hal ini menunjukkan bagaimana bobroknya pola pikir yang dicerminkan lewat tindakan masyarakat tersebut.

Ketika menjelang lebaran seperti tradisi yang mendarah daging, masyarakat biasanya akan mudik kembali ke kampungnya untuk bersilaturahmi sekaligus menikmati libur panjang. Namun karena konteks pandemi, kebijakan larangan mudik dari pemerintah pun dicetuskan mengingat potensi penyebaran virus akan meningkat tajam disetiap wilayah atau daerah yang masih minim terkonfirmasi kasus Covid-19. Sayangnya, masih ada masyarakat yang bandel untuk mudik ditengah pandemi tanpa memikirkan sebab dan akibatnya. Hal ini juga diwajari penulis mengingat di lain sisi, ketidakkonsistenan pemerintah dalam memberikan kebijakan terkait mudik. Pada pelaksanaannya beda pejabat beda kebijakan, ada yang memperbolehkan ada pula yang melarang sehingga membuat masyarakat bingung mengikuti kebijakan yang mana. Hal ini bukan hanya sekali terjadi, sebelumnya ketika tahap awal covid terkonfirmasi masuk ke Indonesia, pemerintah tidak bertindak cepat dan bersiap-siap sehingga wajar jika publik atau masyarakat merasa pemerintah kurang bisa dipercaya dan dianggap tidak serius dalam menangani wabah ini.

Ditambah lagi karena pandemi ini juga menyebabkan resesi ekonomi yang berdampak pada PHK besar-besaran perusahaan, banyak masyarakat yang kehilangan pekerjaan ditengah kondisi krisis ini. Untuk menangani hal tersebut, Pemerintah menggandeng Kemenkeu dan Kemensos untuk memberikan bansos (bantuan sosial) dalam skala besar baik berupa tunai maupun non-tunai (sembako) dengan syarat berlaku yang ditujukan untuk membantu memenuhi kebutuhan bertahan hidup masyarakat ditengah pandemi. Namun, lagi-lagi ada saja oknum masyarakat yang menyalahgunakan bantuan tersebut seperti membelanjakan bantuan uang tunai untuk kepentingan pribadi.

Dan selama fase PSBB kurang lebih 4 bulan hingga kebijakan New Normal diberlakukan, sebagian besar masyarakat masih ada yang melanggar protokol kesehatan pencegahan Covid-19 dan menganggap remeh bahkan tidak mempercayai adanya virus ini. Mindset mereka adalah virus tidak perlu ditakuti selama ada Tuhan yang melindungi. Hal ini jelas malah merunyamkan dan meningkatkan potensi kematian terpapar Covid-19. Padahal jika ditelaah dan dipahami kembali, Tuhan memberikan kita akal agar kita dapat memikirkan dan mempertimbangkan setiap kemungkinan untuk bertahan hidup dari pandemi dan diaplikaskan dengan mematuhi dan menjalankan protokol kesehatan yang direkomendasikan Tim Medis dan pemerintah.

Menilik dari realitas yang dipaparkan diatas, penulis menarik garis besar bahwa pola pikir masyarakat menjadi ambigu dan bobrok karena pengaruh informasi dari sosial media dan ketidakkonsistenan kebijakan pemerintah. Hal ini harus dibenahi agar tidak menjadi permasalahan jangka panjang yang mungkin kedepan akan memperparah keadaan, adapun menurut penulis pribadi solusi yang tepat dalam membenahi pola pikir masyarakat dengan kecanggihan teknologi informasi sekarang adalah menekankan dan membiasakan berpikir kritis atau Objektif karena memberi banyak manfaat dan keuntungan, dengan berpikir kritis atau objektif, masyarakat tidak akan mudah mempercayai berita atau informasi palsu (hoax) yang tidak valid sumbernya terkait penyebaran Covid-19 sehingga tidak akan mudah terpancing emosi yang bersifat subjektif. Masyarakat akan terbiasa untuk memverifikasi dan menganalisa kebenaran data atau informasi itu terlebih dahulu agar informasi yang dibagikan valid dan dapat dipertanggungjawabkan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun