Mohon tunggu...
Miftahul Alam
Miftahul Alam Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Menebak Pendamping Jokowi yang Direstui Megawati

19 Juni 2018   21:14 Diperbarui: 19 Juni 2018   21:51 740
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengge;ar pertemuan dengan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri di Istana Batu Tulis, Bogor, Selasa 12 Juni lalu. Pertemuan tersebut membahas calon pendamping Jokowi di Pilpres 2019.

Pada pertemuan tersebut, kemungkinan ada beberapa tokoh yang diajukan oleh Jokowi atau Megawati sesuai dengan pilihannya.

Pengamat politik dari Voxpol Center, Pangi Syarwi Chaniago yang dilansir Akurat.co menduga, jika Jokowi yang mengajukan calon pendamping, maka Jokowi akan memilih calon profesional untuk tetap menjaga soliditas partai koalisi atau figur partai dengan elektabilitas tinggi.

Sedangkan, jika Megawati yang menawarkan cawapres, yang muncul kemudian adalah kader PDI-P atau figur profesional yang tidak berpotensi "merebut kekuasan" di Pilpres 2024. Karena, bagi Jokowi, elektabilitas sangat penting, tidak lagi bicara 2024. Sementara logika partai itu bicara setelah 2024.

Oleh karena itu, PDIP tidak mau kalau bukan kader mereka untuk keberlanjutan partai. Apanila panggung cawapres ini diambil oleh orang yang masih terang di 2024, akan membahayakan PDIP.

Lalu siapa nama-nama aktornya?

Menurut Pangi, nama yang punya peluang adalah Gubernur NTB, TGB Zainul Majdi. Jokowi dinilai sedang main mata dengan TGB.

Duet Jokowi-TGB dinilai kombinasi ideal karena perpaduan nasionalis-religis.

Dari sisi historis, TGB yang menjabat gubernur selama dua periode juga memiliki rekam jejak baik, punya visi misi yang jelas dan mendapat dukungan luas dari kelompok Islam.

Mskipun TGB juga punya kelemahan, yakni tidak memiliki basis suara yang besar karena bukan berasal dari Jawa dan  lumbung elektoral di NTB jauh lebih sedikit.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun