Menciptakan Pelaut Indonesia yang Handal
Sebagai negara maritim yang besar Indonesia semustinya harus lebih menjadi ‘raja’ dalam dunia kemaritiman. Bayangkan saja, kita punya perairan laut yang luas membentang, menghubungkan banyak pulau-pulau. Kita juga punya banyak perairan dangkal yang begitu memengaruhi ketersediaan sumber kekayaan alam, dan sudah barang tentu luar biasa penting bagi kehidupan masyarakat kita.
Menurut beberapa catatan, panjang pantai kita adalah sekitar 81.000 km atau 14% garis pantai seluruh dunia, di mana 2/3 wilayah Indonesia (masih) berupa perairan laut. Jumlah pulau yang kita miliki, baik yang sudah memiliki nama pun yang belum adalah 18.000-an di mana baru sekitar 6.000 pulau yang sudah dihuni, atau ada penduduknya. Luas laut kedaulatan kita adalah 3.1 juta km2, sedangkan luas laut ZEE sekitar 2.7 jt km2. Nah, zona pesisir pantai yang bangsa kita miliki dapat menopang kehidupan 60% penduduk Indonesia. Asalkan itu dikelola secara optimal dan maksimal.
Tapi saat ini saya tidak hendak membahas tentang kekayaan laut kita, tapi tentang pelaut kita. Tentang sumber daya kepelautan yang kita punya. Pelaut yang di satu sisi sudah berjasa besar bagi bangsa ini, tapi di sisi yang lain masih perlu terus ditingkatkan kemampuan mereka untuk dapat bekerja lama di kapal-kapal asing.
Jumlah pelaut Indonesia yang ada dan bekerja di kapal-kapal asing sudah mencapai lebih dari 78.000 orang. Tapi secara global jumlah tersebut masih sangatlah kurang. Dibanding dengan banyaknya jumlah penduduk kita, banyaknya sekolah-sekolah kepelautan kita, serta kebutuhan-kebutuhan pelaut di seluruh dunia, jumlah 78 ribuan orang itu masilah kurang banyak. Para pelaut tersebut sudah menyumbang devisa nasional sebesar tidak kurang dari Rp 16 triliun per tahunnya. Pemerintah harus melihat ini sebagai sebuah peluang. Maka perlu sekali pemerintah menginvestasikan lebih besar lagi dalam rangka mencetak pelaut-pelaut yang handal dan berkualitas untuk memenuhi permintaan pasar dunia. Ingat saja, 16 triliun itu adalah sebuah nilai nominal yang fantastis tentu saja, dan ini tidak bisa dipandang sebelah mata. Itu adalah sebuah jumlah yang besar. Dan kalau bisa lebih ditingkatkan kenapa tidak?
Untuk semakin meningkatkan permintaan dan kepercayaan asing atas pelaut-pelaut kita, maka tidaklah boleh kita memandang entang persoalaan kemampuan dan kompetensi para pelaut kita. Kita juga jangan sampai tidak serius menangani pelaut-pelaut yang belum mencapai standard seperti yang disyaratkan dunia internasional, umpamanya ILO, ITF, MLC, atau juga STCW Manila 2010. Oleh karena itulah maka training, peningkatan SDM, kemampuan berbahasa Inggris, dan lain sebagainya harus benar-benar diperhatikan. Sebab, mengirim pelaut yang ‘tidak bisa apa-apa’ ke perusahaan-perusahaan asing pada akhirnya hanya akan menurunkan kepercayaan mereka terhadap pelaut Indonesia, dan bertabrakan dengan keinginan dunia internasional kepelautan.
Saya belum lama ini mendapatkan kesempatan berkunjung ke beberapa sekolah kepelautan yang ada di Indonesia, antara lain STIP Jakarta, BP2IP Surabaya, dan PIP Semarang. Bahkan saya sempat menyeleksi puluhan cadet (calon perwira di atas kapal) untuk ditempatkan di kapal training milik perusahaan Jerman (Bernhard Schulte). Apa kekurangan utama para cadet tersebut? Kemampuan berbahasa Inggris mereka yang masih sangat dangkal. Padahal untuk bekerja di kapal asing maka menguasai bahasa Inggris adalah keharusan, apalagi mereka adalah calon-calon perwira (officer) di atas kapal. Induk perusahaan kami padahal sudah menyediakan 17.000 USD untuk biaya training per cadet yang lolos seleksi.
Peningkatan Sumber Daya Pelaut
Mantan KepalaBadan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kementerian Perhubungan, Capt. Bobby R.Mamahit, di banyak kesempatan sering mengatakan betapa pentingnya program peningkatan kualitas SDM aparatur perhubungan dengan meningkatkan kualitas tenaga pendidik, pelatih, dan penyuluh. Begitu juga dengan kualitas pengajar di akademi-akademi pelayaran, dan dengan sendirinya kualitas para pelaut Indonesia. Sesuai dengan Keputusan Menteri No 60 Tahun 2010, BPSDMmendapat amanat, wewenang dan tanggung jawab menciptakan SDM Perhubungan dengan standar internasional.
Program peningkatan SDM perhubungan itu mustinya harus juga lebih memrioritaskan pembangunan dan peningkatan sarana dan prasarana diklat sehingga dengan sendirinya SDM perhubungan yang dihasilkan mampu mengikuti perkembangan zaman dan teknologi di bidang transportasi terutama mampu bersaing dikancah internasional. Sekolah-sekolah kepelautan yang ada di Indonesia pun mau tidak mau harus berbenah, dan semakin meningkatkan kemampuan serta fasilitas yang dimiliki.
Menurut saya ada beberapa training yang setidaknya harus diikuti oleh para pelaut kita. Training ini adalah keharusan dan ‘a must’ for all. Apa saja itu? Sudah pasti di antaranya adalah Bahasa Inggris, ini amat penting sebab komunikasi di atas kapal berbendera asing tentu saja memakai bahasa yang satu ini. Ada yang mengatakan bisa kok pakai bahasa isyarat saja. Memang bisa, tapi tidak semua perwira di atas kapal yang mau bertindak dan berprilaku seperti Tarzan. Bisa jadi karena kurang dalam kemampuan berbahasa Inggris, disuruh pakai cat warna biru malah yang diambil warna merah. Disuruh putar kemudi kanan, malah diputar ke kiri, dan yang sejenis itu. Jadi penguasaan bahasa Inggris menjadi sebuah keniscayaan.
Selanjutnya adalah training tentang Safety. Karena apa? Karena keselamatan adalah yang paling utama di atas kapal, tapi justru yang paling utama ini adalah yang paling sering diabaikan. Zero accident tidak lagi jadi yang utama. Hal berikutnya adalah Behaviour Based Safety (BBS). Ini harus diikuti oleh perwira dan anak buah kapal. Survey telah membuktikan, bahwa 90% kecelakaan demi kecelakaan yang terjadi adalah bukan karena mereka (pelaut) tidak memiliki ketrampilan dan teknik yang baik, tapi justru karena mereka tidak punya BBS itu tadi. Keselamatan dalam bekerja belum membudaya dan belum menjadi kebiasaan. Apa-apa dilanggar. Standard Operating Procedure (SOP) tidak diikuti. Kebiasaan yang baik supaya aman dalam bekerja rupa-rupanya masih belum menjadi prioritas utama, hanya sebagai pelengkap.
Jadi kemampuan dan kehandalan para pelaut Indonesia tidak hanya ketika mereka sudah memiliki skill yang bagus, teknik yang tinggi dan sebagainya. Tapi juga adalah ketika secara serempak mereka juga menguasai bahasa Inggris yang baik, mengerti tentang safety, dan punya budaya serta kebiasaan ‘safety first’, atau dikenal sebagai Behavior Based Safety.
Jadilan pelaut yang handal, dan berikan sumbangsih yang berarti bagi Indonesia. Tingkatkan kemampuan dari hari ke hari. Di Angkatan Laut Indonesia ada semboyan seperti ini “Jalesveva Jayamahe!” Artinya: Di laut kita jaya. Nah, di Angkatan Laut Amerika (US Navy) ada ungkapan seperti ini "Non sibi sed patriae" Artinya: Bukan diri sendiri tapi negara(Not self but country). Untuk para pelaut kita saya sarankan mjenggabungkan kedua semboyan itu menjadi: Di laut kita jaya tapi bukan demi diri sendiri melainkan untuk negara.
***
Michael Sendow
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI