Mohon tunggu...
Michelle Zelina
Michelle Zelina Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Psikologi UKWMS

saya orang yang mudah bergaul

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perilaku Kekerasan Orangtua Terhadap Anak Disebabkan Oleh Trauma Masa Lalu

20 November 2022   01:23 Diperbarui: 20 November 2022   02:02 630
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Anak-anak merupakan aset bagi masa depan keluarga dan pola asuh orang tua sangat berpengaruh bagi anak untuk masa depannya. Tetapi tak sedikit juga orang tua yang tega melakukan kekerasan pada anaknya sendiri. Kekerasan terhadap anak merupakan tindakan kekerasan yang dapat berupa fisik, penganiayaan emosional, seksual, atau melakukan pengabaian terhadap anak. Alasan umum orang tua melakukan kekerasan pada anak yaitu bertujuan untuk mendisiplinkan anak ataupun karena si anak nakal/bandel. Penanaman disiplin pada anak memang penting, hal ini dilakukan untuk membentuk karakter yang akan sangat berpengaruh untuk kehidupan anak di kemudian hari. Penanaman disiplin perlu dilakukan secara efektif dan tepat supaya tidak menimbulkan masalah dikemudian hari.
Kekerasan dapat dilakukan dengan berbagai cara, yang paling umum dengan kekerasan fisik & kekerasan emosional. Ada beberapa contoh kekerasan fisik yaitu memukul, mencubit, dan beberapa contoh kekerasan emosional adalah selalu mengungkit kesalahan, mengungkit biaya hidup, manipulatif, meremehkan perasaan anak, dan lain sebagainya. Dampak psikologis yang dialami oleh anak yang mengalami kekerasan antara lain perilaku agresif yang sulit terkendali, takut dengan ruang tertutup, sulit mengatur emosi, tidak berani mengambil keputusan sendiri, perasaan tertekan, selalu curiga dengan orang lain, dan sebagainya. Maka sangat penting bagi orang tua untuk memahami pola asuh yang benar untuk pembentukan karakter anak pada kehidupannya nanti.
Pola asuh merupakan cara atau metode orang tua dalam memperlakukan, mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan anak dalam proses pendewasaan. Proses pola asuh dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, contohnya budaya, agama, kebiasaan, dan kepercayaan. Sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan pengetahuan, nilai moral, dan standar perilaku yang berlaku di lingkungan sosial dan masyarakat. Menurut Yatim & Irwanto (1991), pola asuh yang paling biasa diterapkan oleh orang tua dibagi menjadi 3 yaitu pola asuh otoriter, pola asuh demokratis, dan pola asuh permisif.
Pola asuh otoriter merupakan pola asuh orang tua yang terlalu banyak menuntut dan sangat kurang menanggapi apa yang diinginkan anaknya. Contoh pola asuh otoriter adalah membatasi kebebasan anak, orang tua menuntut anak sesuai keinginan orang tua, dan sebagainya. Jika anak melanggar atau tidak menaati apa yang diinginkan orang tuannya, maka orang tua akan memberikan hukuman dan biasanya bersifat hukuman fisik. Orang tua yang menerapkan pola asuh otoriter cenderung kaku dan keras terhadap aturan. Dampak dari pola asuh otoriter ini akan membuat anak susah bergaul, kaku, mudah cemas atau gelisah, dan kemungkinan paling parah adalah memiliki hati nurani yang rendah.

Pola asuh demokratis merupakan kombinasi antara tuntutan dan mengijinkan apa yang diinginkan anak. Pola asuh ini sangat memiliki pengaruh yang baik terhadap perkembangan anak, karena orang tua yang menerapkan pola asuh ini cenderung terbuka dan tidak kaku terhadap anak. Contoh orang tua yang menerapkan pola asuh ini yaitu memberikan peraturan dengan jelas, mendengarkan anak, memberikan saran dengan baik apa yang dibicarakan oleh anak, membuat aturan yang disetujui bersama, dan sebagainya. Pola asuh ini sangat berdampak baik bagi anak yaitu mempunyai tanggung jawab, berani mengemukakan pendapat, mudah bergaul ataupun beradaptasi pada lingkungan baru, dan sebagainya.
Pola asuh permisif merupakan pola asuh orang tua yang tidak terlibat dalam kehidupan anaknya. Ciri-ciri orang tua yang menerapkan pola asuh permisif yaitu membebaskan anaknya tanpa aturan apapun, tidak menuntut, tidak terlibat atas keputusan anaknya, dan sebagainya. Dampak pola asuh permisif pada anak adalah anak menjadi kurang disiplin, sulit bertanggung jawab, sulit menentukan keputusan, dan sebagainya.
Dari ketiga pola asuh diatas, maka orang tua harus benar-benar memikirkan pola asuh yang tepat dan apa dampak jika salah dalam memilih pola asuh. Pola asuh akan membentuk watak dan karakter anak pada masa dewasanya, karena masa kecilnya merupakan masa-masa pembentukan (Dan Dreikurs ,1954) dalam Bacon (1997). Perlakuan orang tua pada anaknya sejak masa kecil akan berdampak pada perkembangan sosial moral anak tersebut pada masa dewasanya. Perkembangan sosial moral inilah yang akan membentuk watak, sifat dan sikap anak nantinya meskipun ada penyebab lain yang berpengaruh dalam pembentukan sikap anak.
Saat ini banyak terjadi kekerasan pada anak yang dilakukan oleh orang tua, meskipun orang asatua tersebut merupakan ayah ataupun ibu kandung dari anak tersebut. Pada dasarnya banyak orang tua yang masih percaya dengan mendidik anak dengan kekerasan akan membuat karakter anak tersebut menjadi lebih baik. Contohnya seperti menjadi penurut, disiplin, kuat akan segala tantangan atau masalah yang ada, dan sebagainya. Dengan perlakuan kasar sebenarnya akan membuat anak-anak semakin menjadi pribadi yang tidak baik, karena selain menjadi trauma yang dialaminya dan kemungkinan pada kehidupan selanjutnya anak itu akan menjadi pelaku kekerasan terhadap orang lain di lingkungan sekitarnya.
Trauma adalah tingkah laku tidak normal yang diakibatkan dari tekanan jiwa karena mengalami kejadian yang sangat miris atau menyakitkan sampai membekas dalam perasaan dan tidak bisa dilupakan. Trauma dapat terjadi pada anak yang pernah menyaksikan, mengalami dan merasakan langsung, kekerasan fisik, emosional, penelantaran anak, maupun seksual. Apalagi ia mengalami kekerasan yang berasal dari orang tua mereka, dimana orang tua/keluarga semestinya menjadi tempat teraman bagi si anak. Dampak dari trauma ini dapat membentuk luka batin yang tersimpan dan berpotensi membuat seseorang menghindar dalam melakukan hal-hal positif. Contohnya anak akan menjadi sering murung, depresi, melakukan kekerasan juga terhadap orang lain, dan anak juga bisa mengalami penurunan kognitifnya.

*MANUSIA UNGGUL MENURUT PANDANGAN NIETZSCHE
Friedrich Nietzsche merupakan filsuf yang berasal dari Jerman yang mengemukakan teori yaitu manusia unggul. Manusia unggul merupakan manusia yang merasa mempunyai kehendak dan mengetahui tujuan, tak lain juga tujuan utama manusia unggul ialah untuk mengembangkan individu yang unggul, kuat, baik untuk diri sendiri, dan tidak memikirkan orang lain. Pelaku yang melakukan segala tingkah laku untuk mengikuti kehendaknya merupakan manusia bodoh. Hal terbaik yang biasa dilakukan menurut manusia unggul adalah mendisiplinkan dan berbuat keras terhadap diri sendiri, sehingga manusia unggul dapat memahami apa saja yang ia kehendaki. Untuk menciptakan manusia unggul dibutuhkan peningkatan kecerdasan, pendidikan, dan kedisiplinan yang keras agar tercipta kesempurnaan.
*KEKERASAN PADA ANAK & MANUSIA UNGGUL MENURUT NIETZSCHE
Lantas apa yang menjadi hubungannya perilaku kekerasan orang tua terhadap anak dengan teori manusia unggul yang dikemukakan oleh Friedrich Nietzsche? Berdasarkan yang saya amati perilaku kekerasan orang tua terhadap anak mempunyai tujuan yaitu mendidik anak supaya mandiri, disiplin, kuat akan segala hal yang ada, tak lain lagi untuk menggapai kesempurnaan dan agar anak menjadi manusia unggul.
Orang tua merupakan manusia unggul dalam kehidupan anaknya. Karena mereka merasa mempunyai kehendak atas anak mereka dan merasa seakan sudah mengerti betul cara mendidik anak dengan benar. Orang tua yang merasa mereka merupakan manusia unggul, kebanyakan akan mendidik anaknya dengan keras agar mengikuti langkahnya. Padahal menurut Nietzsche orang yang melakukan tingkah laku karena mengikuti kehendaknya merupakan manusia bodoh. Karena orang tua yang mendidik anak terlalu keras akan berdampak buruk pada anak, dan kebanyakan orang tua tidak menyadari akan hal tersebut bahkan ada yang tidak peduli. Orang tua yang hanya memikirkan keegoisannya sendiri juga tergolong keras terhadap dirinya dan tidak peduli akan apa yang dirasakan oleh anaknya karena hanya memikirkan apa yang menjadi tujuannya.
Maka dari itu orang tua banyak yang salah kaprah tentang mendidik anak, dimana yang seharusnya memang mempunyai kehendak dan bisa memberi contoh yang baik pada anak, malah menjadi dampak buruk pada anak dan menjadi manusia bodoh. Masih banyak orang tua yang tidak memikirkan apa yang akan menjadi dampak bagi masa depan sang anak jika mereka mendidik dengan kekerasan ataupun pola asuh yang salah.

*KESIMPULAN
Menjadi orang tua memang bukan hal yang mudah, banyak tantangan, melatih kesabaran dalam mendidik anak. Penanaman sikap disiplin memang sangat penting bagi anak untuk masa depannya, agar bisa menjadi pribadi yang bertanggung jawab. Orang tua hendaknya selektif terhadap pola asuh dalam mendidik anaknya agar tidak terjadi kekerasan, dan anak tidak merasakan trauma apalagi sampai menjadi pelaku kekerasan selanjutnya. Sebagai orang tua juga harus memahami anak dan mendidik anak dengan benar. Memilih pola asuh yang benar, memahami dampaknya juga bagi anak di masa depan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun