Mohon tunggu...
Gaya Hidup

Royalitas Para Komentator

2 Maret 2018   11:01 Diperbarui: 2 Maret 2018   11:12 497
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Related imageTidak dapat dipungkiri bahwa setiap kata yang ditulis di media sosial akan dengan cepat menyebar dan dibaca banyak orang. Tanpa disadari, kata-kata tersebut akan terus tersimpan dalam perpustakaan dunia maya sebagai satu dokumentasi yang akan terus dibaca.

Kenyataan, bahwa kata-kata merupakan benda mati, akan tetapi dapat berubah menjadi pedang tajam yang menyakitkan. Sebaliknya, perkataan dapat pula menjadi embun yang menyejukkan, tergantung bagaimana kita menggunakannya.

Kenyataan, bahwa cacian dan makian kerap kali dijumpai di dunia maya, terutama media sosial. Kenyataan, bahwa dengan berlindung dibalik nama palsu dan mengatasnamakan kebebasan berpendapat, orang tidak segan melontarkan kata-kata tidak sedap pada hal-hal yang mereka anggap tidak berkenan pada diri mereka sendiri.

Namun pahitnya, merupakan kenyataan pula bahwa yang melontarkan hujatan, hinaan, cacian, dan makian tersebut ternyata dinamakan manusia, yang sama-sama memiliki etika, hati nurani, perasaan dan konon, beragama.

Tetapi, hormatilah orang-orang yang memiliki hobi meninggalkan komentar yang sebenarnya tidak diperlukan kepada hal-hal yang tidak mereka sukai. Orang-orang seperti itu rela meluangkan waktu mereka yang berharga untuk mengomentari hal-hal yang seharusnya bukan menjadi urusan mereka. Sudah mengomentari, malah dikomentari balik, dan akhirnya malah saling mencaci-maki. Sangat royal dalam menghabiskan waktu dan tenaga, bukan?

Faktanya, mereka sendiri juga tidak suka hidupnya dikomentari. Hal ini yang sebenarnya mengherankan kita semua. Yakinlah bahwa istilah "Apa yang kita tabur, itulah yang kita tuai," terdengar sangat familiar di telinga Anda. Yakinlah juga bahwa istilah ini juga pasti akan terdengar familiar di telinga para komentator tersebut. Lantas, mengapa mengambil resiko untuk mengomentari kehidupan orang ketika diri kita sendiri tidak suka dikomentari?

Pernahkan sekalipun terlintas di pikiran para komentator tersebut bahwa perkataan yang mereka lontarkan ke orang-orang tertentu dapat menyebabkan efek yang cukup menyakitkan? Berawal dari sekadar sakit hati, lalu merambat ke depresi. Parahnya lagi jika bisa menuju ke pemikiran untuk menyelesaikan segalanya secara menyelesaikan hidup, alias bunuh diri. Mereka secara tidak langsung dilabelkan sebagai para "pembunuh". Di sinilah, istilah "mulutmu harimaumu" terpampang dengan jelas.

Apa salah seorang Syahrini yang memang memiliki hobi untuk memamerkan kehidupan glamornya? Apakah ia mengganggu kehidupan kita semua? Tidak, bukan? Maka biarkanlah ia berbuat sesuai keinginan hatinya, selama tidak mengganggu kehidupan kita secara pribadi. Begitu pula dengan yang lainnya, biarkanlah mereka menjalani hidup sesuai dengan kehendak mereka masing-masing. Berikan mereka sebuah ketenangan dengan tidak mencampuri urusan pribadi mereka.

Memang, setiap orang memiliki perbedaan masing-masing, dan setiap orang juga memiliki kesalahannya masing-masing. Namun hal tersebut tidak seharusnya menjadi alasan dibalik umpatan dan kebencian yang ditujukan kepada mereka. Perbedaan yang ada di negeri kita Indonesia, seharusnya menyatukan kita menjadi suatu negara yang kuat yang beraneka ragam suku dan rasnya. Namun sebaliknya, hal ini malah menjadi salah satu alasan kita terpecah belah.

Melalui artikel ini diingatkan bahwa perkataan kita mencerminkan siapa jati diri kita yang sebenarnya. Perkataan yang baik dan bermutu mencerminkan bahwa yang mengucapkannya juga memiliki kepribadian yang berkualitas dan bermutu. Sebaliknya, jika perkataan yang diucapkan tidak senonoh, orang tersebut tentu akan langsung dicap tidak berpendidikan. Perkataan memegang peranan penting dalam kehidupan kita. Maka jika tidak tahu apa yang seharusnya kita katakan, istilah "diam itu emas" sangat cocok untuk diterapkan.

Sumber: kandangbubrah.wordpress.com

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun