Kematian Poro Duka pada tragedi 25 April 2018 di kecamatan Lamboya adalah peristiwa yang tidak saja meninggalkan jatuhnya banyak air mata perempuan. Lebih dari itu adalah penghinaan terhadap rahim kaum perempuan Sumba.
Polisi dari Polres Sumba Barat mendaratkan pelurunya di tubuh dua orang warga. Akibat tembakan tersebut, seorang warga bernama Poroduka, laki-laki, 40 tahun, meninggal ditembak di dada dan Matiduka, laki-laki, luka ditembak di kedua kakinya.Â
Penghilangannyawa seseorang oleh aparat negara adalah tindakan pelanggaran HAM. Dampaknya tidak saja dirasakan oleh keluarga korban dan korban itu sendiri. Tetapi juga merupakan pelecehan terhadap rahim kaum perempuan Sumba.
Mengutip Rocky Gerung, seorang dosen filsafat.
"Orang yang paling pertama dan paling merasakan penghinaan adalah perempuan. Kenapa?"
Sebab perempuanlah yang memberikan kehidupan. Lalu kehidupan itu begitu saja diambil oleh negara."
"Negara dalam keadaan apapun semestinya menjaga kehidupan, bukan malah menghilangkannya."
Perempuan Sumba menuntut keadilan atas matinya anak, saudara mereka, dan menuntut pemulihan martabat rahim perempuan Sumba.