Mohon tunggu...
Miarti Yoga
Miarti Yoga Mohon Tunggu... Penulis - Konsultan Pengasuhan

Mengenal Diri, Mengenal Buah Hati

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Akankah Masih Harus Menyalahkan Corona?

1 Juni 2020   23:33 Diperbarui: 13 Agustus 2020   19:53 1995
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: shutterstock

Jika dirasakan, memang begitulah faktanya menemani anak-anak belajar di rumah. Tak sederhana. Tetapi ketika kita coba tafakuri barang sejenak, bahwa rata-rata kita adalah produk "jadul" dengan pemberian PR dari sekolah yang cukup "ngaberendel" (banyak itemnya). 

Pada masa itu, apalagi untuk orang semacam yang tinggal di kampung, boro-boro harus menikmati fasilitas guru privat atau daftar menjadi peserta bimbel. 

Kemampuan berbayar SPP saja cukup terbatas. Pada akhirnya hanya bermodalkan didampingi oleh orang tua sendiri dengan keterbatasan latar pendidikan yang rata-rata lulusan Sekolah Rakyat (setara SD).

Pun ketika kembali pada hakikat, menjadi orang tua adalah menjadi pendamping, terlepas pada atau bukan pada masa dampak pandemic seperti sekarang.

Jadi, untuk lebih jernihnya, kita bisa sampaikan dengan terbuka kepada pihak sekolah. Menyampaikan kondisi kejenuhan anak di rumah, memberi saran supaya sekolah juga lebih "ramah" menyikapi fenomena, dan lain-lain. Intinya, bisa disikapi dengan jernih. Bisa dikomunikasikan dengan lugas. Pun perihal SPP. 

Apakah bisa disikapi dengan logika sebab akibat yang "leterlijk" seperti pendapat tak harus bayar SPP tersebab anak tak bersekolah. Sementara pihak sekolah tak diam membuat formula ini dan itu. Ini pun menjadi bab yang bisa dikomunikasikan dengan ramah. Bukan diumbar di tempat yang tak semestinya yang justru menjatuhkan diri sebagai orang tua.

Lagi dan lagi. Ujian sabar. Ujian tulus. Ujian berlogika yang bijak.

Contoh Keempat.

Ketika sekian orang yang harus Work From Home seperti para guru, orang kantoran, dan lain-lain, tersebab dampak pandemi. Lalu dengan spontan, mengeluhkan sekian masalah. Misalnya mengeluhkan teknologi, mengeluhkan teknik-teknik pelaporan, mengeluhkan keharusan berinovasi, dan atau sejenisnya.

Sekilas, sekelabat, memang ada perbedaan antara bekerja dalam jaringan (daring) dengan bekerja secara manual bertatap muka. Tetapi, jika kita harus menghakimi teknologi, jelas tidak adil. 

Karena percepatan menguasai teknologi, sebetulnya tidak harus karena ada WFH. Artinya, ada tidak ada dampak Corona, kesadaran berteknologi tetap harus menjadi "kecakapan".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun