Mohon tunggu...
Humaniora Pilihan

Ceriakan Kehangatan walau Jarak Memisahkan

13 Maret 2018   00:02 Diperbarui: 13 Maret 2018   00:08 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi

Terlahir di dalam keluarga yang lengkap, membuatku selalu bersyukur hingga saat ini. Aku menganggap, beruntungnya aku masih bisa diberikan oleh Tuhan keluarga yang sangat baik dan saling peduli satu sama lain. 

Ya, Plaju, Palembang, Sumatera Selatan adalah tempat lahirku 20 tahun silam. Aku dibesarkan bersama dengan ketiga orang kakaku oleh kedua orang tua yang saat itu bekerja disana, disalah satu perusahaan penghasil gas dan minyak bumi, yaitu Pertamina. 

Dengan bekerja selama 33 tahun disana, begitulah cara orang tuaku untuk mendapatkan gaji dan membesarkan kami berempat. Kami tinggal dan tumbuh selama belasan tahun disana. Hari demi hari, bulan demi bulan, tahun demi tahun kami lalui dengan penuh keceriaan dan kehangatan keluarga yang benar-benar bisa aku rasakan pada momen-momen saat itu. 

Tak terasa tahun berganti, akhirnya tibalah orang tua ku pada masa pensiunnya sekitar tahun 2011. Hal itu mengharuskan kami untuk bertolak pindah ke tempat tinggal asal kedua orang tuaku, yaitu Manado, Sulawesi Utara. 

Memang, kalau dibilang, waktu tinggalku di Palembang hanya sekitar 13 tahun dan hal itu terbilang singkat. Namun, sudah banyak cerita yang disumbangkan oleh kota itu kepada hidupku. Keadaan mengharuskan kami untuk pergi. 

Tak terasa pula, jika kakak-kakaku sudah mulai bertumbuh dewasa dan mulai menyelesaikan jenjang pendidikan strata satu mereka. Begitu juga dengan aku yang berangsur-angsur sudah mulai meninggalkan masa remaja ku menuju masa-masa yang kalau bisa dibilang, masa "dewasa muda".

Keadaan yang sudah mulai berubah, mengharuskan kami juga memiliki tanggung jawab yang lebih besar lagi dalam hidup. Semakin dewasa, semakin banyak yang sudah harus dipikirkan agar tetap bisa "survive" dan menggapai apa yang kita impikan. 

Oleh karena itu, sekitar tahun 2011 kakak pertamaku sudah mulai meninggalkan rumah untuk bekerja pada salah satu usaha keluarga. Lalu sekitar tahun 2012, kakak keduaku memutuskan untuk bekerja pada salah satu perusahaan luar negeri yang mengharuskannya bekerja di kapal pesiar dan berangkat setiap tahunnya selama 10 bulan. Lalu, kakak ketigaku pun harus meninggalkan rumah untuk bekerja di salah satu bank di Indonesia. 

Terakhir, aku sendiri. Aku harus meninggalkan rumah pada tahun 2015 demi mewujudkan keinginanku untuk melanjutkan pendidikan di kota Yogyakarta, yang dikenal sebagai kota pendidikan.

Satu persatu dari kami pergi. Meninggalkan kedua orang tua kami di rumah besar yang sekarang mereka tempati. Jarak memisahkan kami. Tidak hanya beda pulau, tetapi beda benua dan beda waktu. Hal ini lah yang membuatku terus berpikir dan merenung. Berpikir dan merenungi, bawha hidup ini tidak se-ringan dan se-cerah "Bright Gas". Kita harus berjuang untuk mendapatkan apa yang kita impikan, harus berjuang agar terus survive. "Berjuang dan berjuang" itu kalimat yang selalu terucap dari mulut kedua orang tuaku. 

Terlepas dari berjuang, selama perjuangan berlangsung, dukungan adalah hal terpenting yang seakan tiada henti-hentinya diberikan kepada ku. Mulai dari orang tua dan kakak-kakak ku selalu memberikan pesan untuk terus berjuang, terus berdoa, lakukan apa saja yang positif, dan jadilah berkat bagi orang lain. Tidak hanya mereka saja, namun aku juga berbalik memberikan semangat yang tiada henti kepada mereka. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun