Mohon tunggu...
Meuti Nadia Soraya Bulan
Meuti Nadia Soraya Bulan Mohon Tunggu... Guru - Guru

-Guru.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jelang Lebaran, Physical Distancing Vs Shopping (Berdamai dengan Corona?)

17 Mei 2020   01:04 Diperbarui: 17 Mei 2020   01:12 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Lebaran tinggal menghitung hari, sudah menjadi kebiasaan yang rutin dilakukan masyarakat, H-7 sebelum lebaran tiba, mall akan penuh,  dengan perang discount, penuh dengan orang-orang yang berbelanja untuk membeli kebutuhan lebaran.

Tahun ini, suasana lebaran akan sangat berbeda. Jangankan lebaran, ramadhan saja suasananya sudah tidak sama lagi, dan semua itu karena adanya pemberlakuan PSBB  di masing-masing daerah. 

Sebenarnya, bukan sejak PSBB berlaku mall menjadi sepi, karena awal dari pemberlakuan social distanching hingga physical distanching mall sudah mulai sepi.  Masyarakat merasa kuatir jika harus berkerumun dan bergerombol di tempat ramai, selain itu kemungkinan sepimya mall bisa juga  disebabkan oleh daya beli masyarakat yang sedang menurun, sementara harga barang juga masih tetap sama.

Sore tadi, saya memperoleh kiriman video dari salah satu teman. Terkejut saya melihat video tersebut, bagaimana tidak ternyata di dalamnya berisi tentang  suasana di dalam salah satu pusat perbelanjaan di daerah bekasi, disitu terlihat jelas banyaknya manusia yang asyik berbelanja bahkan di tempat pembayaran, antrian yang ada sampai lumayan panjang.

Mungkin bagi pemilik outlet di mall tersebut, pembeli yang mengantri itu jumlahnya menurun drastis jika dibandingkan dengan tahun lalu, namun jika mengingat kondisi yang luar biasa ini, maka antrian tersebut tetap memiliki resiko yang besar dalam penularan Covid 19.

WHO selaku organisasi kesehatan dunia, telah mengunakan istilah physical distanching atau jarak fisik, sebagai cara untuk menghindari penyebaran virus corona lebih luas.(Kompas.com; 01-04-2020).  Harapannya di dalam masyarakat sendiri akan timbul kesadaran akan pentingnya menjaga jarak untuk meminimalisir penyebaran covid 19, namun jika sudah terjadi antrian seperti itu masyarakat biasanya akan lupa dengan peraturan tersebut, karena yang terjadi adalah mereka mungkin akan secara tidak sadar, ketika antri atau berbelanja besinggungan dengan orang lain, dimana kita sendiri tidak tahu orang tersebut positif atau negatif dari covid 19,  akibatnya apa yang sudah digaungkan oleh WHO dan pemerintah akan menjadi sia-sia.

Masyarakat kita sendiri sebenarnya memiliki budaya konsumtif yang cukup tinggi apalagi menjelang lebaran seperti ini, semua yang serba baru,mulai dari pakaian, sepatu/sandal menjadi sebuah tradisi tak tertulis bagi masyarakat. Seolah-olah dengan semua yang serba baru maka esenssi dari makna lebaran itu akan didapat, padahal sebenarnya makna nya bukan sekedar itu saja. 

Pada akhirnya, saya menjadi tergelitik untuk berpikir apakah ini yang dinamakan berdamai dengan corona.?. Karena kebutuhan perut, dan kebutuhan konsumtif kita sendiri, maka mau tidak mau tetap memaksa kita untuk tetap beraktifitas di luar. 

Stay at home, dan jargon-jargon yang lain seolah-olah hanya menjadi sebuah guyonan saja, jika melihat fenomena yang terjadi. Padahal kenyataan yang ditimbulkan akibat Covid 19 ini, tak seindah dengan kalimat yang dikeluarkan pemerintah, dimana angka kematian akibat covid 19 masih tinggi dan jumlah penderita semakin bertambah. 

Lebaran memang tinggal menghitung hari, tapi apakah kita masih harus memaksakan diri untuk melakukan rutinitas yang sama seperti tahun lalu.? padahal kita tahu setiap resiko yang akan muncul jika kita melanggar peraturan yang sudah digaungkan. 

Akhirnya semua itu kembali pada pilihan yang dibuat oleh masing-masing individu, toh pemerintah sudah menyerukan bahwa juni grafik corona harus turun, atau bahkan hilang.  Jadi dengan memperlonggar peraturan mungkin pemerintah berharap, jika masyarakat secara tidak sengaja bertemu dengan virusnya di jalan atau di mall, maka masyarakat akan menyampaikan pesan dari pemerintah tersebut, tapi bagi saya apa yang terjadi adalah sebuah fenomena yang menggelikan. sebab  sebuah nyawa hanya dihargai oleh sebuah baju baru dan juga kue untuk lebaran yang tersedia di pusat perbelanjaan. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun