Mohon tunggu...
Meti Irmayanti
Meti Irmayanti Mohon Tunggu... Lainnya - senang membaca, baru belajar menulis

Dari kota kecil nan jauh di Sulawesi Tenggara, mencoba membuka wawasan dengan menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Seorang Pengemis Renta Mengumpulkan Uang untuk Membeli Kain Kafan "Dijambret"

1 Desember 2020   07:16 Diperbarui: 1 Desember 2020   07:25 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humas polres Baubau

Jadi ingat acara di salah satu stasiun televisi dulu,  bang Napi yang selalu tampil dengan pesannya  "kejahatan bukan hanya karena ada niat,  tapi karena ada kesempatan, waspadalah " begitu selalu pesan bang Napi.

Baru beberapa hari yang lalu ada sebuah video viral perihal seorang kakek di Baubau Sulawesi Tenggara yang kena musibah. Dia dijambret oleh dua orang pemuda. Aksi penjambretan ini terekam cctv, persis di depan sebuah bank. Si kakek tua yang kesehariannya adalah seorang pengemis duduk menangis terisak. 

Yah tas butut tempatnya menaruh uang hasil mengemis telah diambil secara paksa oleh dua orang pemuda tanggung yang selayaknya punya kepedulian pada korbannya yang selain adalah pengemis juga telah tua dan renta.

Pengemis tua yang bernama Pak Makmur berusia 70 tahun sangat sedih,  dua bulan mengemis dan mengumpulkan uangnya untuk membeli kain kafan persiapan jika ajal menjemputnya. Bukan hanya uangnya yang ludes seketika, tapi harapan sederhananya tentang kain kafan pembungkus jasadnya jika kelak yang mungkin sebentar lagi nafas terakhirnya pergi meninggalkan tubuhnya.
Saya dan juga kita pastilah mengutuk si pelaku. Menaruh iba pada si kakek.

Kejahatan seperti ini tentu bukanlah yang pertama dan sepertinya bukan pula yang terakhir. Bukan hanya terjadi di Baubau, ini bisa terjadi dimana saja di negeri yang begitu sulit memenuhi kebutuhan dasar warganya agar dapat hidup damai dan saling tolong menolong.  

Poin pentingnya disini bukanlah tentang kebutuhan materil,  tapi bagaimana nurani itu dapat menjadi rambu bagi kita untuk melihat mana yang pantas dan mana yang tidak. Dalam konteks ruang tempat kita berinteraksi, mungkin saja kita abai dalam mengintrospeksi sesuatu yang salah dan perlu direnungkan kembali.

Secara kasat mata ini pastilah kejahatan yang sangat tolol,  namun di sisi nurani, ini harusnya memaksa kita melihat lebih jauh ke dalam betapa sisi-sisi kemanusian itu telah bertransformasi dari kemanusian yang berjiwa sosial menjadi kemanusian yang egoistis. 

Betapa tidak, di depan sebuah lembaga keuangan (Bank) yang kita semua tahu merupakan "sumber uang", lalu lalang nasabah  yang datang pergi dari sana pastilah menyangkut uang dalam artian yang luas dan pastilah jauh lebih besar dari yang ada di tangan seorang pengemis renta seperti Pak Makmur.

Saat mengetahui berita ini,  tanpa sadar saya mengumpat dan memaki dengan kalimat-kalimat yang paling kasar dari yang pernah saya ucapkan, saking marahnya saya,  mungkin anda juga akan mengutuk seperti saya atau anda hanya mengelus dada, namun yang pasti nurani anda berkata tidak.

Namun selepas ini, saya dan kita tentu akan kembali ke urusan sehari-hari. Tenggelam dalam rutinitas yang sepertinya telah menjadi kewajiban kita. Tertawa bersama teman-teman lagi atau berselancar di media sosial bercengkerama dengan beragam keinginan. Segala yang tadinya membuat rasa marah dan iba perlahan lenyap bersama setiap hembusan nafas yang diiringi tawa ceria yang disuguhkan dunia nyata dan maya, Keseharian itu kembali seperti sediakala.

Adakah kita meluangkan waktu dalam keseharian untuk merenungkan. Apakah rasa marah dan iba atas sebuah realita hidup seperti kisah yang menimpa Pak Makmur itu adalah semu?. Ataukah sesuatu yang hanya insidental belaka?. Sesuatu yang mudah terlupakan, yang cepat hilang dari ingatan, yang segera berlalu?. Atau jangan-jangan kita tidak sungguh-sungguh menghayati dan mengerti apa arti sesungguhnya dari kata peduli, dan apa makna kemanusiaan itu sendiri?.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun