Generasi muda Indonesia kini tak lagi sekadar menjadi pengguna media sosial atau pembeli produk, melainkan juga produsen yang aktif menciptakan nilai di era digital. Fenomena ini, yang dikenal sebagai prosumerisasi digital, melahirkan jutaan kreator muda yang mengubah hobi menjadi peluang bisnis. Dari food vlogger hingga desainer grafis dan pengembang aplikasi, anak muda berhasil menjadikan kreativitas sebagai sumber penghasilan sekaligus pendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Ekonomi kreatif sendiri menunjukkan perkembangan pesat dengan kontribusi lebih dari 7 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan menyerap jutaan tenaga kerja. Sektor digital seperti aplikasi, gim, dan konten kreatif kini menjadi sorotan, dengan Generasi Z dan milenial sebagai motor utamanya. Media sosial bahkan telah menjadi etalase bisnis baru, memungkinkan siapa pun memasarkan karya tanpa harus bermodal besar.
Meski demikian, peluang besar ini tidak datang tanpa tantangan. Masih ada kesenjangan digital di banyak daerah, keterbatasan akses modal, hingga ketergantungan pada algoritma platform global yang sering kali merugikan kreator lokal. Karena itu, literasi digital, dukungan pendidikan, serta kebijakan pemerintah menjadi kunci penting agar anak muda bisa bertahan dan berkembang.
Prosumerisasi digital ibarat pisau bermata dua. Jika dikelola dengan baik, ia bisa memperkuat budaya lokal, membuka lapangan kerja, dan meningkatkan daya saing bangsa. Namun tanpa dukungan ekosistem yang adil dan inklusif, fenomena ini berpotensi justru memperdalam kesenjangan. Generasi muda Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pencipta nilai, dan dukungan dari berbagai pihak akan menentukan apakah peluang itu benar-benar bisa dimaksimalkan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI