Tanam sasi merupakan upacara adat kematian yang berkembang di Papua Barat khusunya oleh masyarakat suku Marind. Tanam sasi merupakan upacara di mana masyarakat suku Marind menanam kayu setelah 40 hari kematian seseorang, lalu akan dicabut kembali setelah 1.000 hari kayu tersebut di tanam.
Kayu yang di gunakan juga memiliki arti yang mendalam bagi masyarakat suku Marind. Ukiran yang terdapat pada kayu tersebut melambangkan kehadiran roh nenek moyang. Serta menggambar rasa sedih bagi keluarga yang berduka. Oleh karena itu, ukiran yang timbul menjadi sebuah karya seni yang cukup terkenal di mancanegara.
Kayu tersebut juga mewakili kenangan nenek moyang mereka. Ukiran yang timbul sebagai lambang keindahan dari perwujudan karya seni. Ukiran yang terdapat pada kayu tersebut merepresentasikan kepercayaan masyarakat suku Marind. Melalui motif manusia, hewan, dan tumbuhan sebagai bentuk kepercayaan.
Pada pelaksanaan upacara tanam sasi, masyarakat suku Marind juga menampilkan tarian yang bernama tari Gatsi. Tarian tersebut juga kerap ditampilkan saat pesta Tusuk Telinga. Pengiring tarian tersebut menggunakan alat musik bernama Tifa. Salah satu alat musik tradisional khas Papua.
Masyarakat suku Marind juga melakukan upacara memotong ruas jari saat pelaksanaan tanam sasi. Hal tersebut dilakukan sebagai bentuk keadaan duka bagi keluarga yang ditinggalkan. Ruas jari sendiri merupakan simbol dari kerukunan keluarga. Meskipun beberapa masyarakat papua telah menganut agama katolik, tetapi upacara tersebut masih umum untuk dilakukan sebagai bentuk untuk melestarikan adat istiadat.
Upacara tanam sasi tersebut menjadi sebuah adat istiadat yang kerap dilakukan oleh masyarakat di dataran Papua Barat. Khusunya masyarakat suku Marind. Upacara tersebut dilakukan sebagai bentuk kepercayaan dan bentuk penghormatan mereka kepada keluarga yang telah meninggalkan mereka. Selain itu sarana untuk tetap melestarikan budaya di masyarakat tersebut.
Dalam segi kemanusiaan upacara tersebut cukup dinilai tidak manusiawi. Pada pelaksanaan upacara tersebut terdapat beberapa kegiatan yang tidak umum dilakukan dan menyakiti diri. Tradisi memotong jari yang merupakan bentuk pengungkapan perasaan sedih  bagi keluarga yang ditinggalkan menjadi sebuah kegiatan yang dinilai tak lazim.
Tradisi tersebut memang dilakukan sebagai simbol untuk melepas anggota keluarga yang telah meninggal. Namun, tindakan  yang dilakukan dapat menyebabkan masalah kesehatan. Alat yang digunakan bukan merupakan alat alat medis, dan bisa berdampak pada infeksi. Di luar itu, beberapa kegiatan seperti menampilkan tarian dan menanam kayu dengan ukiran yang khas merupakan bentuk untuk melestarikan karya seni. Kegiatan tersebut harus tetap dijaga oleh masyarakat setempat. Agar kearifan lokal yang ada di Indonesia tetap terjaga.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI