Mohon tunggu...
Mesa Indra Naiborhu
Mesa Indra Naiborhu Mohon Tunggu... Konsultan - Konsultan Hukum, Management, dan Keuangan

Meminati bidang hukum, management, dan keuangan yang dapat dipergunakan untuk berbagi pengalaman.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Pemikiran Liar

3 Juli 2021   03:56 Diperbarui: 3 Juli 2021   03:57 763
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Kesejarahan mencatatkan bahwa perjalanan sejarah suatu negara berawal dari ketidakpastian di dalam kehidupan sehari-hari orang-orang, mulai dari pekerja kasar hingga kaum bourjuis.  Ada kalanya mereka bisa bertahan dengan statusnya masing-masing karena belum waktunya dihampiri oleh perubahan, apakah perubahan yang berupa pembaikan atau malah perubahan yang menyebabkan mereka menjadi korban.

Ketidakpastian itu senyata-nyatanya ada di setiap keseharian yang mereka hadapi, ada kalanya di sela-sela para pemikir yang sedang berdialog atau para borjuis yang sedang berpesta atau kaum pinggiran yang sedang berjuang meng-"hela" gerobak pengangkut hewan yang akan disembelih.

Pada masa-masa itu di sekitar masa-masa abad-abad permulaan, beberapa filsuf sudah memikirkan bagaimana caranya membuat kehidupan para manusia-manusia ini agar tidak seperti apa yang tidak diinginkan oleh kebanyakan manusia.

Katakanlah terdapat Socrates yang dengan penuh kesadaran menyerahkan nyawanya.  Socrates yang semasa hidupnya sering melakukan dialektika untuk mencari asas kebenaran walaupun dia tau bahwa kebebasan berpikir selalu akan terikat dengan keterbatasan manusia, tetapi dia selalu menggali di dalam keterikatan itu secara bebas.  Liarnya berpikir memberikan konsekuensi kepada kematiannya.

Plato yang merupakan anak didik Socrates menemukan pemahaman bahwa manusia itu perlu dibela dari keadaannya.  Tidak ada yang berbeda di antara manusia, siapapun dia, sepanjang aturan yang diberlakukan sama.  Tetapi apakah Plato tidak terjebak di dalam pemikirannnya sendiri bahwa manusia yang teratur adalah manusia yang sebenarnya menyebabkan kita kehilangan aura kemistisan.  Kenapa manusia harus diatur ? Apakah akan timbul kekhawatiran jika manusia tidak diatur maka manusia akan berubah menjadi serigala terhadap manusia lain ? Homo homini lupus ? Apakah tanpa pengaturan itu akan menyebabkan terjadinya keadaan semua melawan semua ?  Sama juga dengan cucu murid Socrates, yaitu Aristoteles, pemikirannya setali tiga uang.

Bagaimana dengan kehidupan yang bukan manusia atau setidaknya kehidupan jauh di masa Pra-Socrates ?  Di zaman mana kehidupan kedongengan yang justru membawa manusia bertahan hingga ke generasi sekarang, yang bahkan sempat mampir di masa-masa nya Socrates dan para murid.  Jikalau kedongenan tersebut jauh dari kehidupan manusia, kenapa hingga generasi sekarang mereka memiliki keturunan ? Lebih dari 2000 tahun mereka meneruskan generasinya hingga ke kita.

Penulis tidak berada pada posisi apriori terhadap filsuf yang mungkin sedikit di bawah "Dewa" kemampuannya.  Tetapi, apa yang terjadi dengan kehidupan yang memanusiakan manusia tetapi di saat yang bersamaan "mereka" memusnahkan manusia itu dengan pemikiran peraturan-peraturannya.

Masih ingat seperti apa teriakan Nietzsche kala mengatakan "Tuhan telah mati" ? Nietzsche yang lahir pada tahun 1844 sudah merasakan bagaimana lingkungannya tenggelam di dalam kehidupan pseudo-mistis, dengan alasan bahwa kehidupan pseudo-mistis itu menyebabkan begitu mudahnya orang-orang menyebut bahwa orang lain tidak bermoral, di sisi lain orang-orang tersebut bisa pula menilai bahwa orang yang lain lagi adalah bermoral.  Sehingga Nietzsche merasakan kekosongan dan akhirnya berteriak.

Apakah kita merasakan de ja vu; "sepertinya waktu-waktu sekarang ada mirip-miripnya dengan masa kehidupan Nietzsche".  Betapa mudahnya orang-orang me-moral-kan orang lain.  Seolah-olah orang-orang tersebut merupakan aktualisasi dari kompas moral yang harus menjadi penjuru manusia lain untuk diikuti oleh orang-orang yang katanya "moralnya salah".

Apakah masa kegelapan sebelum bergulirnya renaissance akan menghampiri kehidupan kita sekarang karena manusia sudah mengalami kelelahan sebagai manusia yang dinaungi oleh negara ? Tulisan ini  hanyalah buah "pemikiran liar" dari penulis yang adalah juga manusia yang merasakan bahwa keteraturan adalah keniscayaan di dalam perjalanan hidup tetapi juga sekaligus gelisah dengan manusia kompas yang pada saat bersamaan dengan berlakunya keteraturan tersebut selalu berkata-kata bahwa dialah sebenarnya si manusia kompas yang berhak menghakimi.-MIN-

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun