Mohon tunggu...
Mesa Indra Naiborhu
Mesa Indra Naiborhu Mohon Tunggu... Konsultan - Konsultan Hukum, Management, dan Keuangan

Meminati bidang hukum, management, dan keuangan yang dapat dipergunakan untuk berbagi pengalaman.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Konsekuensi Hukum

18 Mei 2021   23:59 Diperbarui: 19 Mei 2021   00:11 1381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Setiap tingkah laku maupun tindak tanduk kita akan mengakibatkan terjadinya suatu peristiwa, seperti bangun di pagi hari, berangkat ke kantor baik membawa kendaraan pribadi maupun menggunakan kendaraan umum, tiba di kantor untuk bekerja, sesekali ber-medsos, dan lain sebagainya.  Semua tindakan itu kita sebut sebagai peristiwa, bisa suatu peristiwa terpisah kejadiannya dengan peristiwa lain, tetapi bisa juga terjadi secara bersamamaan, bisa juga peristiwa terjadi berurutan, dan kemungkin-kemungkinan lainnya.

Peristiwa-peristiwa yang terjadi itu dapat menyebabkan suatu tindakan hukum tetapi dapat juga merupakan peristiwa biasa saja (dalam arti tidak memberikan akibat hukum kepada siapapun termasuk diri sendiri).  Peristiwa yang tidak menyebabkan akibat hukum adalah peristiwa yang berlalu biasa saja tanpa ada yang merasa dirugikan atau tanpa ada yang merasa bahwa haknya sudah terganggu (baik hak berbicara, hak hidup, dan banyak hak lainnya).  Contoh peristiwa biasa yang tidak berakibat hukum adalah seperti bangun pagi, sarapan, berangkat ke kantor atau sekolah (sepanjang selama di perjalanan tidak ada hal-hal luar biasa yang mengakibatkan suatu "incident" atau "accident", dan masih banyak lainnya yang berupa aktifitas normal kita sebagai anggota masyarakat maupun sebagai individu).

Peristiwa lainnya adalah peristiwa biasa yang karena satu dan lain hal akhirnya menimbulkan akibat hukum kepada siapapun pemilik "hak" yang merasa "hak"-nya terusik.  Peristiwa ini bisa akita sebut sebagai peristiwa hukum.  Jadi peristiwa hukum adalah bagian dari peristiwa biasa.   Peristiwa hukum ini cenderung tidak disadari kejadiannya maupun akibatnya (walaupun sebagian kecil ada yang menyadari akan terjadinya suatu peristiwa hukum). 

Contohnya pada saat kita sedang naik kendaraan umum, ternyata ada "seorang" penodong yang sedang melakukan aksinya kepada kita, lalu kita melakukan tindakan bela diri, dan tanpa disadari bahwa dalam pembelaan diri itu, kita menyebabkan si "penodong" terluka.  Walaupun kita membela diri, tetapi peristiwa hukum tersebut telah terjadi, dan tidak pernah terlintas sedikitpun dipikiran sejak mulai dari keluar rumah bahwa "tindakan" yang kita lakukan tersebut ternyata membuat orang lain terluka (dalam hal ini pihak kepolisian yang akan melakukan penyelidikan dan bila perlu sampai kepada tahap penyidikan jika diperlukan).  Hal inilah yang kita sebut bahwa peristiwa hukum cenderung tidak diketahui akibatnya.

Demikian juga halnya dengan tindakan, ada tindakan biasa dan ada tindakan yang berakibat hukum (sehingga kita sebut sebagai tindakan hukum).  Tindakan biasa hampir mirip dengan peristiwa biasa, yang tidak berakibat hukum kepada siapapun.  Sementara tindakan hukum adalah suatu tindakan yang secara sengaja dilakukan dan hasil dari tindakan tersebut adalah berakibat hukum kepada siapapun, dan kita mengetahuinya.

Contohnya adalah pada saat kita membeli polis asuransi, dengan menandatangani suatu persetujuan/perjanjian, maka secara sadar kita telah melakukan suatu tindakan yang berakbiat hukum, yang menimbulkan hak dan kewajiban kepada pihak asuransi dan kita sendiri, seperti "kewajiban" membayar premi bulanan/tahunan dan "hak" untuk mengajukan claim jika terjadi suatu "peristiwa" yang telah di-cover oleh asuransi sesuai dengan perjanjian yang telah ditandangani.  Selain contoh tersebut, pada saat kita men-subscribe suatu link dan kita memberikan nama dan informasi pribadi lainnya, berarti secara otomatis kita menyetujuan ketentuan-ketentuan yang berlaku pada link tersebut (jika kita berubah pikiran umumnya penyelenggara link telah menaruh tombol untuk "klik" unsubscribe). 

Kedua contoh tersebut merupakan tindakan hukum yang kita ketahui dan pahami akibat-akibat hukumnya.  Jadi, tidak ada tindakan hukum yang tidak diketahui dampak yang akan terjadi, karena sebelum melakukannya kita wajib membaca secara detil dan teliti (jika kita tidak baca, dan kita langsung melakukan persetujuan, kesalahan ada pada diri kita, bukan kesalahan pada orang lain).

Sering kita temui berita-berita di medsos mengenai seseorang yang melakukan suatu tindakan yang berakibat hukum dan akhirnya di-"ciduk" polisi, seperti ujaran kebencian di media sosial, ujaran penghasutan, "curhat" di medsos yang menyerempet menghina ulama atau menghina lambang negara (seperti Presiden) dan lain sebagainya.  Keseluruhan tindakan tersebut adalah tindakan yang berakibat hukum karena bagi pihak yang merasa dirugikan (atau dirampas haknya, bisa jadi pencemaran nama baik, fitnah, dan lain sebagainya), maka pelaku yang menyebabkan timbulnya tindakan hukum itu akan disangkakan melanggar undang-undang (umumnya UU ITE) dan berpotensi diproses hukum jika yang merasa dirugikan atau pihak lain yang berkepentingan melaporkan hal tersebut kepada yang berwajib (kepolisian).  Dan banyak lagi mengenai tindakan hukum yang diatur di banyak undang-undang (tidak hanya UU ITE dan tidak hanya tindakan hukum di medsos).

Pihak yang berwajib (seperti kepolisian) adalah alat negara yang bertugas menegakkan hukum untuk dilaksanakannya undang-undang atau minimal memastikan undang-undang tidak dilanggar oleh masyarakat.  Karena undang-undang itu mirip (bukan berarti sama) dengan peraturan adat ataupun peraturan agama yang kita temui di kehidupan sehari-hari.   Bagi masyarakat yang melanggar peraturan adat maupun peraturan agama akan dikenakan sanksi sesuai dengan adat istiadat atau masing-masing agama.  Demikian juga bagi masayarakat yang melanggar undang-undang, maka sanksinya sudah jelas tercantum pada undang-undang tersebut.  Setiap undang-undang yang sudah berlaku (artinya sudah diundangkan), maka dianggap (dan harus dianggap) bahwa seluruh masyarakat sudah mengetahui undang-undang tersebut.

Dengan demikian kita perlu memahami dan menyampaikan kepada siapapun teman maupun saudara-saudara kita, bahwa permintaan maaf dan khilaf merupakan pembelaan diri yang sangat tidak efektif untuk meniadakan sanksi yang disangkakan jika kita telah melakukan suatu tindakan hukum yang merugikan orang lain (merugikan orang perorang maupun kebendaan yang dimiliki oleh orang-perorang tersebut).  

Halnya jika kita lihat di berita-berita bahwa si "B" telah menandatangani permintaan maaf dan pernyataan untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama dengan materai, bukan berarti kesalahannya dianggap tidak ada.  Hal itu dilakukan karena pertimbangan bahwa pada hukum terdapat tiga asas umum yang berlaku, yaitu keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum.   Ketiga asas tersebut harus berjalan beriringan, tetapi ada kalanya satu asas yang lebih ditonjolkan pada kondisi-kondisi tertentu, sehingga bisa jadi penggunaan materai dapat diterima dibandingkan harus dinaikkan sampai ke tahap peradilan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun