Maghrib nanti kita akan berpisah, namun rindu ini sudah menggunung. Setiap detik bersamamu begitu berharga, mengajarkan ketulusan, kesabaran, dan kebersihan hati.Â
Aku berjanji akan mempersiapkan diri lebih baik agar pertemuan kita kelak lebih bermakna.
Ramadan yang kurindukan, sungguh aku merasa perjalanan ini belum cukup. Aku ingin lebih dari sekadar menjalankan ritual, aku ingin menyelaminya dengan jiwa yang lebih bersih, dengan hati yang lebih tunduk.Â
Namun, aku sadar, keinginan di awal Ramadan seringkali tak sepenuhnya tercapai. Aku takut jika setelah kepergianmu, semangat ini perlahan meredup, ketakwaan ini semakin menipis, dan aku kembali terjebak dalam kesibukan dunia yang melenakan.
Betapa banyak pelajaran yang kau tinggalkan. Engkau mengajarkanku untuk menahan diri, bukan hanya dari lapar dan dahaga, tetapi juga dari amarah, kelalaian, dan hawa nafsu.Â
Engkau membawaku lebih dekat kepada Al-Qur'an, menghadirkan kedamaian dalam sujud panjang di sepertiga malam. Engkau menanamkan kebiasaan baik, menyentuh hati dengan kasih sayang dan kepedulian terhadap sesama.Â
Namun, mampukah aku menjaga semua ini tanpa hadirmu di hari-hari mendatang?
Aku takut, Ramadan. Aku takut jika aku hanyalah hamba musiman yang hanya bersungguh-sungguh saat kau datang, lalu kembali lalai ketika kau pergi. Aku ingin menjadi Muslim sejati sepanjang masa, bukan hanya di hadapanmu.Â
Maka izinkan aku untuk terus membawa cahaya yang kau tinggalkan, agar ia tetap bersinar dalam langkah-langkah hidupku, agar ketakwaan ini tak semakin berkurang, melainkan terus bertumbuh hingga pertemuan kita kembali.
Wassalam,
Merza Gamal
Hamba yang tak kunjung menjadi Mukmin Sejati