Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Mungkinkah Redenominasi Rupiah di Tengah Ketidakpastian Ekonomi dan Ketidakpercayaan Politik?

15 Maret 2025   06:17 Diperbarui: 15 Maret 2025   08:08 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar ilustrasi redenominasi,  Sumber: Dokumentasi Merza Gamal diolah dengan Generative AI


Isu redenominasi rupiah kembali mengemuka di Indonesia. Belum lama ini, permohonan yang diajukan oleh seorang warga bernama Zico Leonard kepada Mahkamah Konstitusi (MK) memantik perbincangan publik.

Dalam permohonannya, Zico meminta penyederhanaan nominal rupiah, mengubah nilai Rp 1.000 menjadi Rp 1. Gugatan ini terdaftar dengan nomor perkara 23/PUU-XXIII/2025 dan secara khusus menyoal pasal-pasal dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.

Wacana redenominasi bukanlah hal baru. Sejarah mencatat bahwa kebijakan ini pernah diterapkan pada 13 Desember 1965 di masa pemerintahan Presiden Sukarno. Saat itu, pemerintah mengurangi tiga angka nol dari mata uang rupiah, mengubah Rp 1.000 menjadi Rp 1 dengan daya beli yang tetap setara.

Sayangnya, pelaksanaan yang mendadak dan minim persiapan membuat kebijakan ini kurang berhasil. Ekonomi yang belum stabil dan ketidaksiapan sosial menyebabkan rupiah akhirnya kembali ke nominal aslinya.

Wacana serupa kembali menguat pada tahun 2010 di bawah inisiatif Bank Indonesia (BI). Saat itu, inflasi Indonesia cukup stabil, dan pemerintah melihat peluang untuk menyederhanakan sistem keuangan.

Rencana ini bahkan sempat masuk ke tahap rancangan undang-undang pada 2013, tetapi kembali terhenti karena kurangnya dukungan politik dan ketidakpastian ekonomi global. Pada tahun-tahun berikutnya, isu ini muncul dan tenggelam, terutama karena Indonesia kerap menghadapi dinamika perekonomian yang menuntut prioritas kebijakan lain.

Kini, di tahun 2025, isu redenominasi muncul di tengah situasi yang bisa dibilang jauh dari stabil. Fenomena #IndonesiaGelap dan #KaburAjaDulu yang merebak di media sosial menjadi cermin kegelisahan masyarakat.

Dalam suasana ketidakpastian ini, wacana redenominasi justru berpotensi menambah kekhawatiran, terutama karena sosialisasi yang minim dan pemahaman publik yang belum memadai.

Padahal, penting untuk memahami bahwa redenominasi berbeda dengan sanering. Redenominasi hanya menyederhanakan nominal mata uang tanpa mengurangi nilai atau daya beli. Namun, tanpa edukasi yang baik, banyak masyarakat yang salah kaprah, menganggap redenominasi sebagai pemotongan nilai uang. Inilah yang membuat resistensi dan skeptisisme semakin menguat.

Mengapa redenominasi dianggap penting? Salah satu alasannya adalah untuk menyederhanakan sistem akuntansi dan transaksi keuangan. Dengan nominal yang lebih ringkas, pelaporan keuangan menjadi lebih efisien, dan sistem pembayaran menjadi lebih mudah dikelola.

Negara-negara seperti Turki dan Rumania telah berhasil menerapkan redenominasi dengan hasil positif, menunjukkan bahwa kebijakan ini memang bisa membawa manfaat besar jika dilakukan dengan persiapan yang matang.

Namun, tantangan yang dihadapi Indonesia tidaklah kecil. Pertama, kondisi ekonomi global yang masih fluktuatif membuat banyak pihak khawatir redenominasi bisa memicu ketidakstabilan baru.

Kedua, ketidakpercayaan publik terhadap kebijakan pemerintah menjadi faktor utama yang harus diatasi. Minimnya edukasi dan sosialisasi selama ini membuat masyarakat belum siap menerima perubahan ini.

Jika pemerintah benar-benar serius melaksanakan redenominasi, ada beberapa langkah penting yang harus dilakukan. Pertama, sosialisasi dan edukasi publik harus menjadi prioritas utama. Masyarakat perlu memahami konsep redenominasi dengan benar agar tidak timbul spekulasi dan kepanikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun