Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Mengantisipasi Masa Depan Perkantoran dari Ruang Kosong hingga Tempat Kerja Hybrid

15 Februari 2025   09:35 Diperbarui: 15 Februari 2025   20:29 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
File Merza Gamal, sumber: McKinsey & Company

Dampak Pandemi yang Bertahan Lama pada Real Estat Global

Pandemi COVID-19 telah mengubah wajah real estat perkotaan di seluruh dunia. Perkantoran yang dulunya ramai kini banyak yang kosong, pusat perbelanjaan mengalami penurunan pengunjung, dan pergeseran gaya hidup mendorong eksodus ke pinggiran kota.

Laporan McKinsey "Empty Spaces and Hybrid Places: The Pandemic's Lasting Impact on Real Estate" menggambarkan bagaimana tren ini berkembang di berbagai kota besar seperti San Francisco, Tokyo, London, dan Jakarta. (Baca summary laporan di sini)

Di sisi lain, perubahan kebijakan politik global juga turut memengaruhi dinamika sektor real estat, salah satunya keputusan Presiden Donald Trump yang menarik Amerika Serikat dari Perjanjian Iklim Paris pada awal 2025.

Kebijakan ini berpotensi menimbulkan dampak besar pada tren dekarbonisasi gedung perkantoran, sebuah inisiatif yang telah menjadi prioritas utama bagi pemilik properti dalam menghadapi tekanan regulasi, investor, dan penyewa yang semakin peduli terhadap keberlanjutan.

Dampak Pandemi: Kota-Kota yang Sepi dan Real Estat yang Berubah

Laporan McKinsey menunjukkan bahwa di banyak kota besar, pusat-pusat bisnis mengalami eksodus pekerja yang memilih bekerja dari rumah atau sistem kerja hibrida.

Di London, misalnya, rata-rata pekerja hanya menghabiskan 3,1 hari per minggu di kantor, membuat permintaan ruang perkantoran turun sebesar 11% dari 2019 hingga 2030. Dampak serupa terlihat pada sektor ritel, dengan tingkat kekosongan meningkat tajam.

Namun demikian, fenomena ini berbanding terbalik dengan sektor perumahan di pinggiran kota. Meningkatnya fleksibilitas kerja mendorong lebih banyak orang pindah dari pusat kota ke wilayah suburban, meningkatkan permintaan ruang hunian sebesar 6% dalam periode yang sama.

Tren ini menunjukkan pergeseran besar dalam pola hidup masyarakat, di mana pusat kota tidak lagi menjadi satu-satunya pusat kegiatan ekonomi.

San Francisco: Silicon Valley dan Revolusi Kerja Hybrid

San Francisco, sebagai pusat industri teknologi, mengalami dampak besar dari transisi ke kerja jarak jauh. Dengan perusahaan-perusahaan seperti Meta, Google, dan Twitter yang mengadopsi kebijakan kerja hybrid, permintaan akan ruang kantor menurun drastis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun