Dampak Pandemi yang Bertahan Lama pada Real Estat Global
Pandemi COVID-19 telah mengubah wajah real estat perkotaan di seluruh dunia. Perkantoran yang dulunya ramai kini banyak yang kosong, pusat perbelanjaan mengalami penurunan pengunjung, dan pergeseran gaya hidup mendorong eksodus ke pinggiran kota.
Laporan McKinsey "Empty Spaces and Hybrid Places: The Pandemic's Lasting Impact on Real Estate" menggambarkan bagaimana tren ini berkembang di berbagai kota besar seperti San Francisco, Tokyo, London, dan Jakarta. (Baca summary laporan di sini)
Di sisi lain, perubahan kebijakan politik global juga turut memengaruhi dinamika sektor real estat, salah satunya keputusan Presiden Donald Trump yang menarik Amerika Serikat dari Perjanjian Iklim Paris pada awal 2025.
Kebijakan ini berpotensi menimbulkan dampak besar pada tren dekarbonisasi gedung perkantoran, sebuah inisiatif yang telah menjadi prioritas utama bagi pemilik properti dalam menghadapi tekanan regulasi, investor, dan penyewa yang semakin peduli terhadap keberlanjutan.
Dampak Pandemi: Kota-Kota yang Sepi dan Real Estat yang Berubah
Laporan McKinsey menunjukkan bahwa di banyak kota besar, pusat-pusat bisnis mengalami eksodus pekerja yang memilih bekerja dari rumah atau sistem kerja hibrida.
Di London, misalnya, rata-rata pekerja hanya menghabiskan 3,1 hari per minggu di kantor, membuat permintaan ruang perkantoran turun sebesar 11% dari 2019 hingga 2030. Dampak serupa terlihat pada sektor ritel, dengan tingkat kekosongan meningkat tajam.
Namun demikian, fenomena ini berbanding terbalik dengan sektor perumahan di pinggiran kota. Meningkatnya fleksibilitas kerja mendorong lebih banyak orang pindah dari pusat kota ke wilayah suburban, meningkatkan permintaan ruang hunian sebesar 6% dalam periode yang sama.
Tren ini menunjukkan pergeseran besar dalam pola hidup masyarakat, di mana pusat kota tidak lagi menjadi satu-satunya pusat kegiatan ekonomi.
San Francisco: Silicon Valley dan Revolusi Kerja Hybrid
San Francisco, sebagai pusat industri teknologi, mengalami dampak besar dari transisi ke kerja jarak jauh. Dengan perusahaan-perusahaan seperti Meta, Google, dan Twitter yang mengadopsi kebijakan kerja hybrid, permintaan akan ruang kantor menurun drastis.