Mohon tunggu...
Mery Indriana
Mery Indriana Mohon Tunggu... Administrasi - swasta

penyuka senja

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Cinta Tanah Air dan Keyakinan Kita

13 Desember 2019   18:12 Diperbarui: 13 Desember 2019   18:32 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa tahun terakhir ini, sering kita temui sebagian muslim merasa perlu mengganti identitas keindonesian dengan symbol-simbol yang dianggap lebih islami. Mereka bahkan sering meninggalkan bahkan menolak memakai pakaian yang menyimbolkan kekayaan budaya Indonesia seperti batik dan lain sebagainya. Mereka lebih bangga jika memakai pakaian atau sesuatu yang yang bernafaskan islami.

Sikap muslim di Indonesia memang menyiratkan bahwa budaya dan adat masyarakat Arab sudah pasti mempresentasikan ajaran Islam yang agung. Maka akhirnya banyak yang berpendapat dan berpandangan bahwa menjadi muslim kaffah adalah dengan mengadopsi dan mengadaptasi budaya arab secara harafiah. Mereka juga akhirnya menyingkirkan budaya dan tradisi nusantara dan menganggapnya sebagai hal yang tak lagi perlu dilakukan.

Kita tahu pada saat Wali Songo yang sangat berjasa dalam menyebarkan Islam kerap memakai budaya setempat supaya penduduk setempat bisa memahaminya tanpa mengurangi esensi ajaran agama Islam yang mereka ajarkan ke penduduk setempat. Sehingga beberapa hal dalam Islam di Jawa melibatkan budaya setempat dan itu berlangsung hingga kini.

Hal itu tak perlu ditinggalkan apalagi menyakininya bahwa itu bertentangan dengan ajaran Islam. Itu hanyalah cara dan bukan esensi ajaran sesungguhnya. Hal ini sama halnya dengan pakaian atau budaya Indonesia dimana kita menajdi warga negara. Sangat salah jika kita mengabaikan budaya kita sendiri; tempat kita lahir ; tanah air kita.

Manusia yang lahir di Indonesia sudah seharusnya sadar bahwa dia juga terikat dengan tanah tempat lahirnya itu. Karena bagaimanapun pengaruh budaya sekitar akan banyak mempengaruhi dia berkembang hingga dewasa.

Contoh yang paling nyata adalah banyak sekali kaum perantau yang meninggalkan Indonesia karena sekolah atau bekerja akan tetap 'terikat' dengan tempat lahirnya itu. Dia akan merindukan Indonesia dan tidak akan merindukan tanah orang atau negeri orang lain.

Intelektual dan cedekiawan muslim, Buya Syafi'i Maarif mengatakan bahwa mengadopsi sesuatu sebenarnya sah saja, asal memakai akal budi serta intelek dalam melihat persoalan. Menurutnya sikap mengadopsi kultur Arab secara harafiah merupakan bukti ketidakmampuan muslim untuk memisahkan esensi agama dan budaya.

Yang membuat sebagain para intelektual Islam dan kaum pluralis adanya kenyataan bahwa ekspresi terhadap keyakinan (agama) sering menafikan cinta tanah air. Atau membuatnya seakan terpisah, padahal keduanya adalah dua hal yang tak terpisahkan.

Jika sikap cinta tanah air, nasionalisme dan jiwa bela negara itu terpisah dengan keyakinan, (agama) lalu kenapa KH Hasyim Asyari dan tokoh islam lainnya menyerukan untuk berjihad melawan penjajah dan memerdekakan diri dari kolonialisme? Bukankah perang melawan kolonial dan perjuangan kemerdekaan itu adalah bagian dari ekspresi cinta tanah air?

Inilah yang perlu kita renungkan ulang kembali. Mungkin kita tidak perlu begitu kaku memisahkan keyakinan dengan budaya kita. Kita tak perlu terlalu kaku memisahkan cinta tanah air dan agama. Keduanya saling mendukung dan memberi keteduhan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun