Mohon tunggu...
Mery Indriana
Mery Indriana Mohon Tunggu... Administrasi - swasta

penyuka senja

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sadar Provokasi Digital, Terhindar Pengaruh Konten Radikal

27 April 2019   01:34 Diperbarui: 27 April 2019   01:46 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lawan Radikalisme - jalandamai.org

Penyebaran konten radikalisme terus berkembang menyesuaikan perkembangan zaman. Jika dulu disebarkan secara tertulis, dicetak, dari tangan satu ke tangan yang lain, sekarang tinggal menggunakan smartphone, sekali pencet langsung tersebar di media sosial, di pesan berantai, atau dalam bentuk konten yang lain. Perkembangan teknologi tidak hanya memberikan dampak positif bagi masyarakat, tapi juga bisa memberikan dampak negative jika disalahgunakan. Penyebaran konten hoaks dan kebencian yang terjadi saat ini misalnya. Bisa dengan mudah dilakukan. 

Akibatnya, karakter ramah masyarakat langsung berubah menjadi amarah. Dan ketika amarah tak terkendali, maka masyarakat akan mudah disusupi konten radikalisme. Jika pikiran sudah terpapar, maka akan lebih mudah lagi mengarahkan korban untuk melakukan tindakan radikal.

Penyebaran provokasi di ranah digital ini, memang sudah pada taraf yang mengkhawatirkan. Bahkan tidak sedikit dari masyarakat yang langsung mempercayai informasi yang mereka dapatkan, tanpa melakukan cek ricek terlebih dulu. Akibatnya, masyarakat tidak lagi menggunakan logikanya dalam mencerna sebuah informasi. Apalagi jika informasi tersebut disebarkan oleh tokoh tertentu, langsung dipercayai sebagai sebuah kebenaran, meski sebenarnya informasi tersebut adalah hoaks, alias berita bohong. 

Banyaknya masyarakat yang menjadi korban provokasi digital, tak bisa dilepaskan dari rendahnya budaya literasi masyarakat. Minimnya budaya baca masyarakat, semakin memudahkan provokasi digital ini cepat menyebar.

Provokasi digital yang berkembang melalui media sosial ini akan memunculkan persoalan-persoalan baru di tengah masyarakat. Masyarakat akan mudah tersulit emosinya, karena menganggap informasi hoaks sebuah kebenaran. Apalagi jika provokasi selalu dihubungkan dengan sentimen SARA. Dan kelompok radikal ini dengan sengaja melakukan hal ini, agar propaganda radikalisme yang mereka lakukan bisa berjalan efektif. Namun, jika kita semua sadar dan peka terhadap segala bentuk provokasi digital, tentunya kita akan terhindar dari pengaruh konten radikal.

Penyebaran propaganda radikalisme telah berhasil bermetamorfosa, menyesuaikan perkembangan zaman. Ketika menjelang pilpres 17 April 2019 kemarin, berita hoaks dan hate speech terus bermunculan seperti jamur di musim hujan. 

Setelah pilpres, hoaks dan pesan kebencian juga masih meningkat. Dan sadar atau tidak, ketika kita mempercayai hoaks dan terus memelihara kebencian, disitulah bibit radikalisme akan tumbuh subur dalam diri kita. Dan ketika bibit radikal itu ada dalam diri kita, maka bibit terorisme akan bisa bersemai kapan saja.

Karena itulah, kita harus mewaspadainya. Jangan anggap remeh provokasi digital dengan kedok apapun. Ingat, kita adalah makhluk ciptaan Tuhan, yang harus saling bersinergi satu dengan yang lain. 

Dan bentuk sinergi ini, harus saling menghargai, menghormati, tolong menolong, bukan saling membenci dan mencaci. Pesan kebencian yang terus menyebar di dunia maya, jelas akan semakin menyuburkan bibit radikalisme. Mari kita lawan segala bentuk bibit radikalisme. Indonesia adalah negara yang toleran dan bukanlah negara konflik. Sungguh tidak tepat jika ada pihak-pihak yang ingin radikalisme ada di Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun