Mohon tunggu...
Indah Shofiatin
Indah Shofiatin Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis lepas, Alumnus FKM Unair

Hidup hari ini, menang di hari nanti.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menuju Tahun Panas Politik

18 November 2018   09:29 Diperbarui: 18 November 2018   09:40 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tahun 2019 semakin mendekat. Hawa panas tidak hanya merambat di udara pada penghujung musim kemarau tahun ini. Hawa lebih panas menyerang suhu perpolitikan Indonesia. Mendekati musim pemilihan presiden, baik pihak incumben maupun penantang lama sudah mulai melakukan berbagai langkah menuju kemenangan masing-masing paslon. Penjaringan suara emas rakyat getol dilakukan. Promosi keunggulan pihaknya sendiri, propaganda menjatuhkan pihak lawan, semacam ritual penyambut pesta demokrasi yang telah rakyat hapal di luar kepala.

Di luar gegap gempita menyambut tahun panas politik, kondisi Indonesia mulai dari kondisi politiknya, ekonomi, keuangan, kesehatan bahkan bencana alam, nyata masih menjadi beban yang belum berhasil diselesaikan. Politik Indonesia masih dihinggapi para politisi gemar korupsi. DPRD Malang saja sudah menyumbang 41 tersangka koruptor KPK dari 45 anggota legislatifnya  (m.detik.com/04/09/2018). 

Belum lagi korupsi para pejabat Jambi, kabar para koruptor di penjara Sukamiskin yang bergelimang kekayaan fasilitas, dan kasus korupsi lain yang membuat rakyat jengah sekaligus marah. Mau sampai kapan perpolitikan negeri ini diwarnai insiden para tikus berdasi? Kapan korupsi musnah dari dunia para politikus Indonesia? Sistem perpolitikan macam apa yang terus membudidayakan koruptor semacam ini?

Belum juga ketika melihat kondisi keuangan dan perekonomian Indonesia yang belum bisa terlepas dari krisis. Per kuartal I 2018, utang luar negeri Indonesia tercatat telah mencapai angka Rp 5.425.000.000.000,- (m.cnnindonesia.com/15/05/2018). Fantastis? Sebentar dulu. Utang jatuh tempo yang harus dibayar negeri kita tahun depan sebesar Rp 409 triliun. 

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui bahwa tahun depan pemerintah menghadapi tantangan cukup berat khususnya dalam mengelola anggaran karena utang jatuh tempo yang besar tersebut (tempo.co/17/08/2018). Bayangkan saja seluruh rakyat negeri ini harus menanggung beban utang bersama negaranya, disebabkan pajak masih menjadi pemasukan utama negeri gemah ripah loh jinawi ini. 

Silakan dikalkulasi berapa bagian yang diharapkan pemerintah dapat kita masing-masing panggul. Besar. Berat. Dan kita rakyat di bawah ini bahkan tidak tahu mengapa ada sebanyak itu utang serta untuk apa. 

Di sisi lain nilai tukar dolar terhadap rupiah masih bertahan di angka 14.832,75 rupiah/1 dolar AS. Hebat! Sedemikian tersuruk-suruk nilai rupiah di bawah dolar hingga sektor impor dihajar habis-habisan. Tak urung, banyak komoditi impor naik drastis harganya. Sebut saja beras dan kedelai serta daging yang terus digantungkan oleh kementerian pertanian dan perdagangan kita pada barang impor, pengaruh nilai kurs mata uang yang tidak dipahami rakyat bawah ini sampai juga menambah kencang cekikan di leher rakyat kecil.

Yang menambah luka, beban mendalam masih menggema dalam jiwa para pengungsi korban gempa Lombok. Hingga sekarang 390.529 orang mengungsi, 555 korban meninggal dunia (kompas.com/24/08/2018) serta ribuan lainnya mengalami trauma dan luka-luka.

Gempa masih berguncang, ratusan kali meskipun dengan skala Richter yang lebih kecil. Anak-anak ketakutan, orang dewasa sama saja. Yang ditinggal meninggal keluarganya masih berduka, yang luka masih merasakan sakitnya, yang mengungsi masih menjalani hidup susah serba terbatas dan kekurangan di tempat pengungsiannya. Bagaimana negara kita menanganinya? Bencana Nasional masih dihindari untuk ditetapkan bagi gempa Lombok. 

Sederhana saja, pariwisata dan segala pemasukan yang didapat dari sana masih menjadi prioritas. Bukan tangis rakyat. Bukan luka mereka yang menjadi pertimbangan utama. Para pejabat atas hanya sibuk menyampaikan bahwa mereka telah mengirimkan bantuan sangat besar untuk para pengungsi. Bagaimana dengan nasib pengungsi? Apakah para wakil rakyat telah memastikan mereka aman dan baik-baik saja? Nyatanya para relawan, rakyat sendiri yang saling membantu meringankan. Bahkan ketika isu kristenisasi melanda keamanan keimanan para pengungsi, para pejabat agung hanya sibuk membantah bahwa berita itu hoax, bukan segera berlari untuk memberi perlindungan kepada rakyatnya.

Daftar beban permasalahan negeri ini tak berhenti di situ, masih panjang daftar masalah yang lain. Rasanya tak akan selesai menulisnya sehari semalam. Mirisnya, baik penguasa saat ini maupun penantangnya tenggelam dalam kesibukan meraih kursi kekuasaan, bukan mencari rumus terbaik menyelesaikan semua masalah itu dengan tuntas. Bukan bermunajat dan tafakur demi masa depan rakyat yang selamat, mereka malah sibuk promosi dan menyicil kampanye.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun