BERTENGKAR DI MEDIA SOSIAL
Perseteruan terhadap sesuatu merupakan bagian dari rangkaian hidup manusia. Ambisi serta rasa ingin menang menjadi spirit dalam perseteruan. Perseteruan yang juga memiliki nama lain seperti: bertengkar, bertikai, berkelahi,berselisih.dan seterusnya. Kesemuanya itu terjadi pada suatu ruang dan waktu serta memiliki motif dan motivasi untuk bisa larut didalamnya.
Di era peradaban yang terus berpacu,menghadirkan inovasi-inovasi baru serta gaya hidup yang disandingkan dengan kebutuhan zaman. Rupanya ini juga berlaku pada interaksi manusia yang saling berseteru. Sejak masuknya era cyber, lalu lintas interaksi manusia menembus “tanpa batas “ruang dan waktu. Perseteruan yang terjadi tanpa perlu menghadirkan raga, kian marak. Bermodalkan kelincahan tangan dalam menekan tuts serta amunisi kata-kata. Sama halnya pada kehidupan “offline” (bukan dunia maya), tak kalah sengitnya. Hingga kita kerap mendengar ada yang dipidanakan karena tulisannya dimedia sosial telah melanggar batas kenyamanan yang berujung pencemaraan nama baik atau istilah lain yang juga senada “pembunuhan karakter”.
Media sosial , media yang menjadi dunia kedua manusia dalam berinteraksi dan bersosialisasi. Keberadaannya begitu cepat bak cendawan dimusim hujan. Hal ini memicu perilaku manusia baik dalam berbudaya maupun berakhlak yang cenderung mengikuti trend serta cara berpikir yang ingin cepat terekspos. Hal inilah yang membuat laju kompetisi ide dan gagasan yang berlomba menembus dunia maya.
Media sosial mewakili jiwa-jiwa yang ekspresif dalam memaknai kehidupan yang kerap kali bersenggolan dengan ruang-ruang personal, institusi maupun kelompok sosial lainnya. Ya, berseteru. Perseteruan yang disaksikan oleh penghuni dunia maya bak meteor yang melaju pesat. Perpaduan antara kebohongan dan kebenaran menjadi bentuk Subhat yang tak terelakkan hingga imbas dari “cyberwar” di media sosial berujung pada penghujatan serta pertikaian batin yang lebih kejam daripada pukulan ke pelipis yang mengucurkan darah segar. Dikarenakan serangannya bukanlah fisik namun jiwa yang teraniaya kian mengeraskan hati. Pernyataan demi pernyataan yang dilontarkan tidaklah serta merta mewakili hati dari mereka yang sedang bertikai di Media sosial namun itu bisa terbaca dari kualitas dan frekuensi pertengkaran mereka. Rupanya gelanggang kehidupannya nyata telah diambil alih fungsinya oleh kehidupan di dunia maya, terciptalah budaya dan tabiat baru manusia diera milenium ini, dimana negerinya tanpa sekat batas wilayah dan bahkan negara sekalipun. Bangsa yang bersembunyi dibalik imajinasi. Ya, Bangsa Imajinasi dari kata Imagination. Imagine tambah nation (bangsa) . Bila berandai-andai dunia maya adalah dunia yang telah dimaknai oleh John Lennon lewat lagunya “imagine”. Lagu yang membawa semangat sekulerisme dan pluralisme.dan tetnunya anti agama Kini menjadi nyata diera sepeninggal john Lennon. Tapi kita tentu tidak sepenuhnya sepakat dengan pengandaian dunia maya dengan Imaginenya john Lennon namun pertengkaran dimedia sosial bak pertarungan hidup mati. Saling menghujat, menjatuhkan adalah amunisi yang senantiasa hadir dalam pertarungannya. Bertengkar di media sosial bisa membawa mudharat ataupun manfaat, tergantung pada apa yang di persoalkan. Media sosial, media yang membuka kran ide, gagasan untuk kebaikan namun banyak pula yang menyalagunakannya.
Makassar, Minasa Upa, 23.20