Di kecamatan Ambalau, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, terjadi suatu peristiwa yang melibatkan seorang ibu yang mendaftarkan anak perempuannya, Lusia, untuk bertemu dengan seorang guru yang berasal dari Nusa Tenggara Timur (NTT).
Namun, karena perbedaan dialek dalam penyebutan huruf 'L' di daerah tersebut, nama Lusia terdengar seperti Llusia, dengan penekanan yang mirip dengan pengucapan bahasa Jepang.
Ketika ibu tersebut memperkenalkan anaknya kepada guru tersebut, dia menyebutnya Llusia dengan harapannya bahwa nama tersebut akan dituliskan dengan benar di dokumen sekolah.
Namun, karena kebingungan dalam pengucapan dan penafsiran, guru tersebut mendengar nama tersebut sebagai Rusia.
"Selamat pagi, Bu. Saya ingin mendaftarkan anak saya, Llusia, untuk masuk sekolah," ucap ibu dengan ramah.
Guru tersebut mengangguk dan mencatat namanya di formulir pendaftaran. Namun, karena kurang familiar dengan dialek setempat, guru itu tidak menyadari perbedaan penyebutan huruf 'L'. Akibatnya, dalam formulir tersebut, nama anak perempuan itu tertulis sebagai Rusia.
Sang ibu terkejut ketika melihat nama tersebut.
"Maaf, Bu, sepertinya ada kesalahan penulisan di sini. Nama anak saya bukan Rusia, tapi Llusia," ucap sang ibu dengan wajah penuh kebingungan.
Guru itu terkejut mendengar penjelasan ibu tersebut. Dia meminta maaf atas kesalahpahaman tersebut dan mencoba menjelaskan bahwa dia tidak terbiasa dengan dialek setempat yang membuatnya memahami nama anak perempuan itu sebagai Rusia.
"Saya sungguh minta maaf, Bu. Saya salah mengartikan penyebutan nama. Saya tidak terbiasa dengan dialek di daerah ini," ujar guru dengan penuh penyesalan.
Meskipun terjadi kekeliruan dalam penulisan namanya, ibu tersebut memilih untuk menerima nama Rusia yang tertera di formulir tersebut. Dia memahami bahwa kesalahan tersebut bukanlah niat jahat dari guru tersebut. Selain itu, dia juga merasa bahwa nama Rusia memiliki makna yang unik dan tidak biasa, dan itu mungkin menjadi identitas yang istimewa bagi anaknya.