Mohon tunggu...
Yovinus
Yovinus Mohon Tunggu... Penulis - laki-laki

Hidup itu begitu indah, jadi jangan disia-siakan. Karena kehidupan adalah anugerah Tuhan yang paling sempurna bagi ciptaanNya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kisah Nyata | Belum Saatnya Mati

29 Mei 2020   15:46 Diperbarui: 9 Juni 2020   20:53 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://simomot.com/2014/10/07/inikah-yang-dialami-seseorang-setelah-meninggal/

Konon menurut kepercayaan dalam agama Kohoringan (dialek Dohoi Uut Danum Kalimantan barat dalam menyebut Kaharingan) pohon langsat ini disebut dengan Llihhat Mohpit atau batang langsat yang bisa turun-naik, yaitu untuk menentukan apakah seseorang itu sudah saatnya untuk ke alam baka atau belum.

Jika seseorang memang sudah saatnya untuk meninggal, maka batang langsat ini akan membiarkan seseorang itu melewatinya. Tetapi jika seseorang itu belum saatnya untuk mati, maka batang langsat itu akan menghalangi orang tersebut untuk lewat. Caranya, yaitu jika dia mencoba membungkuk, maka batang langsat itu akan turun sehingga tidak ada tempat untuk lewat, tetapi jika dia berusaha naik ketas maka batang langsat itu akan terangkat juga ke atas sehingga seseorang itu tetap tidak bisa lewat.

Anehnya, sewaktu almarhum ayah lewat, batang langsat itu membiarkannya saja, tidak ada upaya menghalanginya seperti beberapa orang yang terdahulu. Almarhum ayah pun terus berjalan bersama para keluarganya menuju ke arah ujung jalan yang dipenuhi cahaya terang benderang itu. Tetapi tak beberapa lama kemudian, tiba-tiba dari dalam cahaya yang terang benderang itu muncul seekor kepiting raksasa, kedua capitnya saja sebesar tempayan besar dan tingginya mungkin mencapai 15 atau 20 meter. Dia segera menuju ke arah almarhum dan membentak, "hey kamu ... (sambil menyebut nama almarhum ayah), mengapa kamu ke sini. Ayo pulang. Belum saatnya kamu ke sini". Katanya dengan suara menggelegar.

Almarhum Ayah tentu saja sangat ketakutan melihat kepiting sebesar itu, apa lagi suaranya menggelegar seperti suara petir. Para keluarganya yang berjalan bersamanya juga langsung lari tunggang langgang, sementara ayah juga berusaha berlari mengikuti mereka. "Heh, kamu dengar tidak. Aku bilang kamu pulang sekarang! Hayo kembali ke arah jalan kamu datang tadi" bentak kepiting raksasa itu lagi sambil berdiri mengancamnya dengan capitnya yang besar. Lalu ayah pun langsung berbalik belakang dan berlari pulang ke arah jalannya datang tadi. Dalam upayanya menyelamatkan diri itu, kakinya tiba-tiba tersandung sebuah lesung tepat di tulang keringnya, sehingga dia kesakitan dan tiba-tiba terbangun dalam keadaan Lelah. Lalu dia melihat begitu banyak orang yang sedang menangisinya.

"Hey, si Anu ... (sambil mereka menyebut nama ayah)... Dia hidup lagi. Dia hidup lagi!". Teriak beberapa orang diantara mereka. Para orang yang tadinya menangis sedih, sekarang malah menangis bahagia melihatnya membuka matanya kembali.

"Hey, mengapa tulang keringmu benjol? Tanya mereka ketika melihat tulang kering ayah bagian depannya benjol sebesar buah manga. Ayah belum mampu menjawab, tetapi pikirannya lalu teringat ketika sedang berada di dunia orang mati tadi, dia merasa menabrak sebuah lesung untuk menumbuk padi.

Mereka segera mengambilkan bubur dan memberi ayah minum. Ketika merasa sudah cukup kuat, kurang lebih beberapa jam kemudian ayah lalu menceritakan peristiwa Pallusch Ballang-nya.

Beberapa hari kemudian, seorang paman ayah kebetulan baru pulang Nomuoi (merantau) dari Kalimantan Tengah, pulang ke kampung kami. Menurut orang-orang kampung, dia orang yang cukup berilmu. Singkat cerita, dia menyanggupi untuk mengobati ayah.

Besok harinya, kakek itu datang untuk mengobati ayah. Cara pengobatannya adalah denga cara di pohpasch, yaitu menggunakan daun Savang (daun Andong) berwarna hijau, seekor ayam jantan berwarna hitam, dan seberkas pusaka. Di mana alat-alat ini terlebih dajulu disucikan dengan darah ayam dan babi.  Sebelum di pohpasch, tubuh ayah di gosok dengan semacam minyak yang berisi obat-obatan mistik, menggunakan hanya jari tengah, jari manis dan induk jari, dengan arah dari ujung kepala sampai ke ujung kaki.

Lalu ayah di suruh mengenakan pakaian yang bersih. Dia disuruh berbaring diatas tikar yang bersih dan belum pernah di pakai, di mana keluarga kamilah yang disuruh untuk memastikan bahwa tikar itu memang bersih. Katanya agar jelas terlihat benda-benda yang menyebabkan dia sakit. Kemudian paman ayah atau kakek saya itu melaksanakan pohpasch tadi, sampai tujuh kali gerakan ke arah matahari terbenam, disertai mantera-mantera dalam Bahasa daerah.  

Setelah Gerakan pohpasch-nya selesai, ayah diminta bangun dengan dibantu pihak keluarga. Lalu tikar tempat ayah berbaring tadi digulung dan dituangkan sambil digetarkan ke atas sebuah mangkuk yang telah disi air bersih dan bening. Kata ayah, mereka melihat banyak sekali benda berjatuhan keatas mangkuk bersisi air itu, ada yang sudah mati tetapi ada juga yang masih bergerak-gerak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun