Remaja Adalah Aset Umat Dan Agama
Oleh: Melinda Harumsah, S.E
Kita tidak bisa memilih untuk dilahirkan di keluarga mana, tetapi kita bisa memilih bagaimana menjalani hidup kita dan menjadi pribadi yang lebih baik dari pribadi sebelumnya. Terlahir di keluarga tertentu bukan pilihan kita, tetapi bagaimana kita tumbuh, berjuang, dan meraih masa depan adalah pilihan yang bisa kita buat.
Ada orang yang lahir dalam kemudahan tetapi tetap berjuang keras, dan ada yang lahir dalam kesulitan tetapi berhasil meraih impiannya. Kuncinya ada pada usaha, ketekunan, dan sikap pantang menyerah. Masa depan bukan ditentukan oleh asal kita, tetapi oleh usaha kita dalam mengubah keadaan. Tidak peduli dari mana kita berasal, yang terpenting adalah ke mana kita akan pergi. Karena sesuatu yang datang dengan cepat, biasanya pergi dengan cepat. Hargai proses, karena di sanalah letak kekuatan sebenarnya. Karena, orang yang tergesa-gesa ingin sukses tanpa usaha, seperti membangun istana di atas pasir. Cepat runtuh.
Â
Remaja yang kuat bukan yang selalu benar, tapi yang mau belajar dan tumbuh dari kesalahan. Intan yang berkilau pun butuh waktu dan tekanan. Jangan tergoda dengan kilauan palsu yang mudah hancur. Jika kamu ingin sesuatu yang bertahan lama, bangunlah dengan sabar, bukan dengan jalan pintas. Nikmati prosesnya, karena hasil yang didapat dengan kerja keras akan lebih manis daripada yang datang tiba-tiba.
Jika remaja dibimbing dengan baik, mereka akan menjadi aset yang berharga bagi kemajuan bangsa. Namun, faktanya saat ini banyak remaja yang terkena penyakit mental. Hal ini menunjukkan gagalnya negara membina generasi. Generasi Emas 2045 nyaris mustahil terwujud jika kondisi ini terus dibiarkan. Sehingga, negara secara sadar menerapkan sistem yang memisahkan agama dengan kehidupan, yang akan berdampak mewarnai kehidupan dalam berbagai aspek. Misalnya seperti pendidikan seluler, yang membentuk remaja berperilaku liberal yang gagal memahami jati dirinya. Kemudian remaja gagal memahami penyelesaian Shahih atas segala  persoalan kehidupannya, maka seperti inilah yang merupakan penyakit mental tak terhindarkan.
Seyogiayanya berbeda dengan Islam, Â kepemimpinan Islam memiliki tanggung jawab untuk melahirkan generasi cemerlang yang berkualitas, melalui penerapan berbagai sistem kehidupan sesuai dengan syariat Islam.
Â