Mohon tunggu...
Meliana Aryuni
Meliana Aryuni Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis pemula yang ingin banyak tahu tentang kepenulisan.

Mampir ke blog saya melianaaryuni.web.id atau https://melianaaryuni.wordpress.com dengan label 'Pribadi untuk Semua' 🤗

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pagi-Pagi Lihat yang Begini, Jadi Pengen Kembali ke Sekolah

2 Juni 2022   12:50 Diperbarui: 2 Juni 2022   12:52 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bersepeda ke sekolah (dokpri)


Pemandangan yang kerapkali tampak di depanku, yang tidak pernah tertangkap kameraku kali ini kuabadikan di sini. Suasana mengharu biru dan membawa suatu kegembiraan tersendiri di hatiku setiap melihat kaki-kaki kecil itu mengayuh pedal mereka. Sesekali mereka berhenti, menahan napas, lalu mengayuh kembali dengan penuh semangat.

Sekolah, sesuatu yang begitu menyenangkan. Apalagi bagi mereka yang suka bermain. Sekolah bukan hanya mencari ilmu akademik, tetapi ilmu bermain dan bersosialisasi pun ada disebuah lembaga yang disebut sekolah.

Apalah jadinya jika semangat para pejuang cilik ini hanya sebatas ilmu akademik? Lalu, apa arti sebuah lembaga pendidikan. Padahal, lembaga ini tercipta untuk tujuan jangka panjang, yang bukan hanya hitungan 6 tahun (SD), 3 tahun (SMP), 3 tahun (SMA), dan seterusnya.

Pejuang cilik ini tidak begitu banyak berkoar karena mereka belum banyak mengerti. Mereka hanya datang, bermain, dan pulang. Apa tujuan belajar pun mereka tidak tahu. Yang mereka tahu, orang tua mereka meminta untuk berseragam dan pergi ke sekolah.  

Entah, seberapa berhasil mereka adalah seberapa besar usaha yang dilakukan para orang tua. Keberhasilan orang tua tergantung kepekaan mereka terhadap pendidikan anaknya. Keberhasilan pendidikan karena mau menerima masukan. Lalu, apakah pantas menyandang kata akreditasi A bila nilai-nilai pendidikan tidak tertanam pada diri anak-anak?

Akreditasi hanya sebuah nilai, yang kadang tidak sesuai realita. Pencapaian dalam akreditasi kadang di up sedemikian rupa dengan tujuan komersil. Namun, akreditasi menjadi titik pacu bagi lembaga dan pendidik untuk meningkatkan mutu pendidikan. Namun, jika tidak terpacu, maka nilai akreditasi hanya beraifat fiktif belaka.

Pemandangan kali ini juga membuatku miris memikirkan nasib anak bangsa. Pendidikan yang diharapkan menjadi penompang perilaku dan nilai-nilai positif bagi anak seakan bias karena tenaga pendidik yang kurang mengayomi, yang mau didengar tanpa bantahan. Ucapan yang berupa masukan tidak digubris sama sekali bahkan membuat sakit hati.

Entahlah, inilah potret pendidikan saat ini, yang aku rasakan. Namun, berbeda dengan yang aku lakukan dulu. Tugas pokok seorang pendidik bukan hanya sebatas di sekolah, lebih jauh mereka akan memikirkan anak didik. Yang dipikirkanku saat itu adalah bagaimana anak didik mencapai kemampuan dan keahlian tertentu. Setiap yang dilakukan atau diberikan kepada anak didik bukan sebatas nilai akademik, tetapi nilai moral dan akhlak mereka.

Perihal moral atau akhlak ini menjadi pemikiran terpenting bagiku hingga jangan harap bila ada yang mencontek akan menjadi juara. Jangan harap bila anak-anak yang berkata kasar akan kubiarkan begitu saja. Jangan harap jika mereka menyakiti teman tidak kuberitahu kepada wali siswa.

Pendidikan itu tanggung jawab besar. Tanggung jawab yang dipikul oleh lembaga, guru, dan orang tua anak didik. Tanggung jawab yang akan disampaikan kelak di hari akhir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun