Pernahkah kita berpikir, jejak seperti apa yang kita tinggalkan dalam hidup ini? Setiap langkah, setiap kata, dan setiap tindakan kita---baik di dunia nyata maupun di dunia digital---meninggalkan jejak. Dan suatu saat, jejak itu akan "terbaca" kembali, entah oleh orang lain, atau oleh generasi setelah kita.
Saya teringat bagaimana pentingnya meninggalkan jejak yang baik di setiap tempat saya berada. Di media sosial misalnya, saya berusaha untuk tidak ikut-ikutan berkomentar miring tentang hidup orang lain atau menyebarkan berita yang belum tentu benar. Saya ingin setiap kata yang keluar menjadi berkat, bukan batu sandungan.
Begitu juga dalam pelayanan saya sebagai guru bimbel. Di antara anak-anak yang saya ajar, saya belajar menanamkan nilai-nilai kebaikan: tentang kejujuran, kerja keras, dan saling menghargai. Saya percaya, nilai-nilai itu akan tumbuh di hati mereka dan suatu hari menjadi kenangan indah tentang "Bu Melda yang pernah mengajar mereka dengan kasih."
Yesus sendiri berkata, "Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di surga" (Matius 5:16).
Artinya, jejak baik bukan untuk kita dikenal, tapi agar nama Tuhan dimuliakan melalui hidup kita.
Mari kita belajar meninggalkan jejak kasih, jejak kebenaran, dan jejak kebaikan di mana pun kita berada. Karena dunia ini mungkin tidak akan mengingat semua kata kita, tapi dunia pasti akan mengingat bagaimana kita memperlakukan orang lain.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI