Mohon tunggu...
Melathi Putri Cantika
Melathi Putri Cantika Mohon Tunggu... Freelancer - keterangan profil

Passionate Word Crafter

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Feminisme, Saya, dan (Mungkin) Anda

30 Desember 2020   20:35 Diperbarui: 30 Desember 2020   20:47 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Beberapa waktu lalu saya sempat melihat ada yang sedang ramai di lini masa Twitter. Tersebutlah sebuah webinar dengan tema feminisme (kontra feminisme tepatnya) yang saya juga sempat lihat di story Whatsapp teman saya. Beberapa orang mengemukakan gagasan betapa cacatnya webinar itu dan sebagainya yang saya tidak simak satu persatu.

Bahwa webinar itu menyatakan bila Islam tidak sejalan dengan gagasan feminisme agaknya sedikit mengganggu saya. Bukan karena saya adalah seorang feminis (sebab saya tidak pernah mengklaim diri saya sebagai feminis), tetapi karena saya juga sedang mempelajarinya dan merasa bahwa gerakan ini semestinya sejalan dengan pemikiran orang waras manapun. Hanya dan hanya jika mereka benar dalam memahaminya.

Satu hal yang saya juga cermati adalah fakta bahwa dalam acara itu, tidak ada satupun aktivis feminis yang diberikan kursi. Bukan untuk diberikan ruang untuk membantah, tetapi agar konsep yang mereka (para pemateri) ini punya adalah sama dengan agenda yang disuarakan oleh feminis. 

Dengan tidak mengundang pembicara dari kalangan feminis, mereka berasumsi bahwa konsep mereka tentang feminisme adalah benar. Padahal yang saya tangkap dari rangkuman singkat dengan teman saya, ada beberapa poin yang menurut saya disalahpahami.

Pertama adalah bahwa feminisme diartikan sebagai gerakan yang berangkat dari gagasan bahwa perempuan adalah lebih tinggi daripada laki-laki. Padahal setahu saya, dari sudut pandang politik, feminisme ini lahir karena para perempuan butuh representasi gender mereka (agar hak mereka diperjuangkan) di kursi parlemen. Oleh karena itu mereka menuntut haknya untuk bisa memilih di pemilu.

Dari sudut pandang psikologi pun, perempuan dibebaskan dari teori penis envy yang melatarbelakangi setiap diagnosis yang diberikan oleh dokter jiwa kepada mereka yang mengalami histeria maupun depresi) oleh gagasan feminisme.

Mengapa dua hal yang sangat jelas ini dapat mengantarkan pada konklusi bahwa feminisme menuntut agar perempuan dianggap lebih tinggi daripada laki-laki? 

Jika hanya dengan diposisikan lebih tinggi, perempuan akan mendapatkan hak-haknya, maka ya, feminisme akan mengubah agendanya seperti itu. Namun dengan diberikan akses yang setara saja, mereka akan mendapatkan kembali hak-haknya. Mengapa memperjuangkan hak harus dilakukan dengan meminggirkan hak gender lain? 

Sangat tidak masuk akal bagi saya, mengingat dalam feminisme pun, kami percaya bahwa laki-laki juga banyak dirugikan oleh sistem patriarki.

Perjuangan gender ini tentu sangat lucu bila dibelokkan oleh pihak-pihak lain untuk menggugat hukum-hukum Islam seperti siapa yang harus mengimami salat. Pada webinar itu, pemateri menyebutkan bahwa salah satu tuntutan feminisme adalah menyetarakan posisi perempuan dan lelaki betul-betul secara harfiah dan mentah sehingga perempuan pun bisa menjadi imam salat jamaah. Bukankah ada yang salah di sini?

Satu hal yang saya sadar adalah bahwa upaya pelegalan perempuan sebagai imam salat ini tidak ada hubungannya dengan narasi feminisme. Feminisme adalah respon terhadap diskriminasi maupun marjinalisasi perempuan yang mana upaya itu merugikan mereka, tetapi dalam urusan peribadatan, apanya yang rugi dengan tidak dapat menjadi imam salat? Perempuan masih dapat menuntut ilmu, beribadah, mendapatkan akses terhadap pendidikan sebanyak yang laki-laki dapatkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun