Mohon tunggu...
Melathi Putri Cantika
Melathi Putri Cantika Mohon Tunggu... Freelancer - keterangan profil

Passionate Word Crafter

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pelecehan Seksual Sekaligus Akal

25 September 2020   19:09 Diperbarui: 25 September 2020   19:25 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Mengingat generasi muda menghabiskan sebagian besar waktunya di sekolah. Saya seringkali heran, mengapa seseorang dapat langsung melakukan sentuhan tanpa tahu si penerima sentuhan itu akan suka atau tidak. Memeluk, atau sesederhana mencubitpun, otak mereka tidak sampai untuk berpikir.

Lalu mengapa jika ada yang dilecehkan seringkali korban hanya diam? Bukankah itu persetujuan yang tidak dilisankan?
Sebutannya Freeze Response. Menghadapi sesuatu yang mencekam, respon alami otak tidak langsung menyuruh kaki untuk berlari atau mulut untuk berteriak, tetapi malah diam. Bukankah normal suatu cerita mengenai orang yang baru bertemu hantu tetapi ia malah diam dan menatap hantu itu?

Seperti halnya kasus pelecehan Agni, mahasiswi UGM yang tengah KKN di Pulau Seram, ia merespon pelecehan yang dialaminya dengan hanya diam dan meminta kepada pelaku untuk berhenti.

Kenapa tidak melawan? Kata orang yang hanya membaca beritanya dari internet.
Karena itu respon alami otak, dasar tolol! Jawab orang yang membaca artikel psikologi dari internet.

Bahwa selain kurangnya pemahaman mengenai Sexual Consent (persetujuan untuk melakukan tindakan yang mengarah pada aktivitas seksual), kita juga minim empati untuk korban pemerkosaan.

Fakta bahwa yang dipermasalahkan ketika seseorang diperkosa adalah pakaiannya, sungguh memudarkan keyakinan saya bahwa rasa kemanusiaan masih ada. Seakan masyarakat punya kesepakatan tidak tertulis, jika seseorang mengenakan pakaian terbuka maka ia pantas mendapatkan pelecehan.

Tentu mengubah cara pikir seperti itu nyatanya cukup sulit. Komitmen untuk memperbaiki cara pikir bobrok itu bersifat jangka panjang. Jangan sampai melupakan fakta bahwa sedari kecil kita diajarkan menutup aurat dengan dalih agar tidak mendapatkan perlakuan buruk. Bahwa menutup aurat adalah upaya mendekatkan diri pada tuhan adalah sebenar-benarnya niat dan konsekuensi dari adanya niat tersebut adalah bahwa kita juga membantu lelaki untuk menundukkan pandangan. Bukan tugas kita untuk membuat mereka berhenti memperkosa.

Lagipula, lelaki, relakah kalian disamakan dengan binatang tidak berakal yang kerap diasosiasikan dengan kucing yang diberi ikan asin? Bahwa yang memiliki akal yang penuh adalah perempuan sehingga yang mampu mengontrol kalian bisa memperkosa atau tidak adalah perempuan. Relakah akal kalian dianggap tidak ada?

Bahwa kalian dianggap tidak bisa mengendalikan hasrat seksual dan perempuanlah yang cukup waras untuk mencegah itu. Tidakkah narasi itu juga merendahkan lelaki?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun