[caption id="attachment_261134" align="alignleft" width="190" caption="illustrasi google.com"][/caption]
Di sebuah desa yang jauh dari keramaian, hiduplah dua pasang keluarga yang sama-sama baru menikah. Usia pernikahan mereka baru menginjak dua bulan. Secara materi kedua keluarga baru ini sama-sama mapan. Umur juga relative sama apalagi latar belakang pendidikan sama-sama pernah mengecap bagaimana rasanya diajar sang dosen tapi beda lokasi tentunya. Rumah mereka juga sama indahnya bahkan mereka hidup satu dinding dan tetap menjaga komunikasi antara yang satu dengan yang lain. Seharusnya karena banyaknya persamaan diantara mereka maka pastinya kemajuan dan kebahagian keluargapun pastinya harus sama bukan? Tapi ternyata tidak..
Tak penasaran!!!ya sudah..Kita lihat bersama-sama.
Keluarga pertama hanya sibuk sendiri pada urusan internal keluarganya di bulan ketiga rumah tangga mereka. mereka saling menuding antara si suami dan si istri bahwa ada salah satu dari mereka yang main mata dengan orang lain. Tapi pada dasarnya mereka tak bisa membuktikan sendiri isi dari perkataan mereka masing-masing. mereka hanya termakan oleh isu-isu pihak ketiga yang mungkin bermaksud menghancurkan keutuhan keluarga mereka. akibatnya pastinya ada kerenggangan antara si suami dan si istri. Tebak siapa yang menang disini..yah pastinya pihak ketiga dong yang mempunyai niat tertentu!!! Enaknya menjebak si suami dan istri..sekali perangkap langsung tertangkap…
Disisi lain keluarga kedua juga sama-sama di terpa badai prahara rumah tangga. Sama saja masalahnya tapi disinilah perbedaan yang signifikan antara keluarga pertama dan kedua. Mereka dewasa dalam menghadapi masalah yang ada. Mereka tidak saling menuduh, menghujat tapi cenderung untuk menggunakan logika pemikiran yang yang dapat diterima layaknya orang-orang berpendidikan. Singkatnya memang betul-betullah mereka orang berpendidikan bukan asal sekolah saja. istilahnya ….anda pasti tahu!. Akibatnya, masalah yang menghadang bukan malah memecah mereka tapi malah menjadi bumbu penyedap bagi keutuhan dan kelangsungan keluarga mereka. mereka semakin dekat, saling menghargai dan saling percaya. hal ini juga dibuktikan dengan keintiman mereka dan benih yang sudah mulai terlihat di perut sang istri.
Kembali lagi ke keluarga pertama. Saling menuduh, merasa diri paling benar dan merasa perbedaan menjadi penghalang membuat keluarga mereka berjalan ditempat. Emosi dibalas emosi. Tak ada progressive sama sekali seperti yang terlihat dikeluarga kedua yang sebentar lagi akan naik level layaknya keluarga utuh. Keluarga pertama sibuk pada urusan pribadi yang tak bisa dipecahkan karena sikap sok benar tadi. Mereka tak pernah melihat situasi keluar yang kelak bisa mengajari mereka. Perkataan yang tak ada isinya lebih dapat diterima karena frekuensi ketinggian intonasinya sementara kebenaran dan keadilan terpendam didalam tanah. Akibatnya hancurlah keluarga itu berkeping-keping bagaikan botol yang jatuh diatas lantai.
Uuiiih…selanjutnya pasti anda sudah tau….. Catastrophe/sad ending!
Kira-kira anda memilih keluarga yang mana? Maukah anda menjadi keluarga pertama atau malah keluarga kedua or tak sama sekali.
Soal pilih memilih, saya kira anda lebih tahu yang cocok pada anda semua…
he..he candaan aja. Ok baiklah ini hanya ilustasi imaginative saja..
Salam damai>>>>
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H